Konvoi Buruh Depok Tolak Omnibus Law Dihalau TNI-Polisi

Massa demonstran Omnibus Law dari Depok diadang TNI
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Massa buruh di Kota Depok, Jawa Barat, kembali menggelar aksi unjuk rasa lanjutan menolak Rancangan Undang Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang telah disahkan oleh DPR menjadi undang-undang. Aksi ini nyaris diwarnai ketegangan karena dihalau petugas.

Peristiwa itu bermula ketika sejumlah buruh yang mengendarai motor hendak melakukan konvoi di Jalan Raya Bogor sekitar Depok pada Rabu 7 Oktober 2020. Aparat Kepolisian RI dan TNI yang mengawasi jalannya peserta aksi kemudian menghalau mereka di area Terminal Jatijajar.

Perwakilan buruh berharap, mereka diperbolehkan untuk melakukan aksi di lapangan. Namun, petugas tak mengizinkan, dengan dalih saat ini masih masa pandemi COVID-19.

“Yang mau tanggung jawab nanti siapa. Tolonglah, kita kan tahu Depok ini masih tinggi kasus COVID-19-nya,” kata Kasat Intel Polres Metro Depok, Komisaris Polisi Ronni Wowor di hadapan peserta aksi.

Setelah mendengar sederet penjelasan petugas, massa pun akhirnya mundur. Mereka sepakat untuk melanjutkan aksi hanya di masing-masing perusahaan atau pabrik.

Baca juga: Instagram TMC Polda Metro Unggah Omnibus Law Langsung Diserbu Netizen

“Mungkin untuk sementara ini kita akan tetap melakukan aksi sampai besok di perusahaan masing-masing dengan cara unras (unjuk rasa), tetap menyuarakan penolakan undang-undang Omnibus Law,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Kota Depok, Samsudin.

Ia menyebut, di Depok ada delapan federasi serikat pekerja dengan jumlah anggota sekira 10 ribu buruh. Rencananya kemarin mereka berunjuk rasa di Gedung DPR, tapi batal karena tak mendapat izin dari Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Akhirnya demo dilakukan di pabrik masing-masing dengan cara mogok kerja selama tiga hari.

“Hari ini rencananya kita konvoi di Jalan Raya Jakarta-Bogor sampai perbatasan Jakarta, kita kembali lagi, tapi sekali lagi terkait permasalahan COVID akhirnya batal," ujar dia.

Samsudin menilai, RUU Cipta Kerja bakal memberikan dampak negatif pada kesejahteraan kaum buruh.

“Ini kan isu nasional dan memang bukan hanya Depok, semua terkena dampak. Depok juga bagian dari buruh Indonesia. Kami buruh Depok, buruh se-Indonesia menolak Omnibus Law,” tutur dia.

Ia mengaku kecewa lantaran tak bisa melakukan aksi unjuk rasa di jalanan. “Kecewa pasti karena ruhnya buruh sebetulnya adalah pergerakan. Ketika bipartit, tripartit dan mediasi tidak mendapatkan hasil, maka jalan terakhir adalah aksi buruh,” ujarnya.

Namun di sisi lain, Samsudin dan sejumlah buruh lainnya hanya bisa mengikuti aturan karena saat ini sedang masa pandemi.

“Karena kondisi negara kita sedang pandemi COVID-19, khususnya Depok yang tertinggi di Jawa Barat, mau tidak mau kita harus melihat situasi itu sebagai bahan pertimbangan juga,” kata dia. (art)