30 Persen Kejahatan Jalanan di Depok Melibatkan Anak-anak

Polres Metro Depok rilis sepanjang 2019 ada 2.220 kasus kejahatan di Kota Depok. Sebanyak 30 persennya dilakukan oleh anak-anak.
Sumber :
  • VIVAnews/Zahrul Darmawan

VIVA – Data kepolisian mencatat angka kejahatan atau tindak kasus pidana di Kota Depok sepanjang 2019 mencapai sebanyak 2.220 kasus. Ironisnya, sebanyak 30 persen pelakunya anak-anak.

"Iya, ukuran tindak pidana yang melibatkan remaja itu cukup banyak bisa 30 persen. Artian anak-anak ini adalah remaja ya, mereka yang berumur belasan tahun dan menjelang 25 tahun," kata Kapolres Metro Depok, Ajun Komisaris Besar Polisi Azis Andriansyah, Kamis, 26 Desember 2019.

Namun jika dirata-rata secara keseluruhan, menurut Azis, angka kejahatan di Kota Depok cenderung mengalami penurunan dibanding pada 2018 lalu yakni, 2.528 kasus dan 2.220 kasus pada tahun 2019.

Dari ribuan kasus pidana itu, di antaranya adalah kasus yang cukup menonjol dan meresahkan masyarakat seperti, begal, perampokan, pencurian kendaraan bermotor dan kasus penganiayaan. Kemudian dari 11 jenis kasus kejahatan jalanan yang membuat resah masyrakat, jumlahnya mencapai 1.047 kasus pada 2018 dan di 2019 ada 816 kasus.

Penyelesaian untuk 11 kasus yang meresahkan tersebut, kata Azis, ada 834 kasus yang diselesaikan. "Itu artinya tingkat persentase pengungkapan mencapai 83,70 persen. Sedangkan di 2018 hanya 79,65 persen tingkat penyelesaiannya," katanya.

Azis mengungkapkan, rilis tahunan ini bertujuan sebagai introspeksi dan analisis evaluasi kinerja Polres Metro Depok dan jajaran. Ia tak menampik ada beberapa perkara yang masih saja terjadi namun ia memastikan trennya mengalami penurunan.

"Namun tentu kita perlu upaya-upaya yang lebih keras lagi dari apa yang telah kita lakukan di tahun 2019 lalu," ujarnya.

Pemicu Kriminalitas Anak

Berdasarkan hasil penyelidikan polisi, anak-anak yang terlibat dalam kasus pidana biasanya dipicu atau termotivasi pada hal-hal negatif yang bertujuan sebagai eksistensi diri dan gaya hidup. Umumnya, mereka terpengaruh pada lingkungan dan kurangnya pengawasan orangtua.

"Beberapa kejadian dipicu yaitu bekumpul dalam artian setia kawan, ya terus ikut-ikutan mabuk, terus mencari uang hanya untuk hura-hura saja. Misalnya dengan membegal, mencuri, dan lain-lain dengan maksud bukan untuk memperkaya diri, tetapi hanya untuk kesenangan saja," tuturnya.

Terkait hal itu, Azis pun menegaskan, perlu adanya peran dari lingkungan sekitar dan orangtua yang turut serta melakukan pembinaan karena usia para pelaku tersebut dalam posisi labil alias masih mencari jati diri.

"Kami sendiri telah aktif melakukan berbagai pencegahan terhadap kenakalan remaja. Misalnya melakukan sosialisasi di tempat anak-anak biasa berkumpul, seperti di sekolahan, atau lokasi mereka berkumpul supaya mereka tidak melakukan kegiatan negatif," tuturnya.