Tanggul Laut Roboh di Muara Baru: 'Proyek Jalan Terus'
- bbc
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah menurunkan tim untuk mencari tahu penyebab dan memeriksa skala kerusakan tanggul laut di kawasan Muara Baru, Jakarta Utara, yang jebol.
Tanggul itu merupakan bagian dari proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibukota Negara yang merupakan tanggul raksasa untuk melindungi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta dari risiko banjir akibat penurunan air tanah di Jakarta Utara.
Ferdinanto, kepala satuan kerja proyek, mengatakan pihaknya belum mengetahui penyebab robohnya tanggul. Ia menjelaskan bahwa tim investigasi telah turun ke lapangan untuk mengumpulkan data yang akan dibahas dalam rapat Senin (09/12) depan.
"Nanti kita akan finalkan penyebabnya, trus penanganannya, sampai langkah-langkah perbaikannya yang akan dikerjakan seperti apa, karena jangan sampai nanti kita kerjakan, nanti malah sama deformasi lagi. Para stakeholder terkait perlu duduk bersama untuk membahas masalah teknis detail," kata Ferdinanto kepada BBC News Indonesia, Jumat (06/12).
Rapat itu akan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat, yang bertanggung jawab atas proyek tersebut.
Tanggul yang roboh di Muara Baru beberapa hari yang lalu itu berukuran sepanjang kurang lebih 100 meter dan terletak di wilayah pelabuhan. Area tanggul sudah ditutupi dengan seng.
Ferdinanto menjelaskan bahwa tanggul ditargetkan akan dibenahi sebelum akhir tahun. Ia juga menjelaskan bahwa proyek pembangunan di lokasi lain, maupun di titik sekitar kejadian, akan terus berjalan.
"Tanggul yang kita kerjakan jalan terus - untuk di tempat lain dan lokasi yang sama akan jalan terus - tapi untuk di lokasi yang sekarang ada deformasi, perlu kita lakukan monitoring dan akan ada orang yang berjaga," Ferdinanto, kepala satuan kerja pembangunan tanggul.
Proyek tanggul juga dikenal sebagai National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) yang dimulai tahun 2014. Muara Baru di Jakarta Utara merupakan salah satu titik prioritas yang digarap oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pihak swasta.
`Wilayah-wilayah kritis`
Menurut laman resmi NCICD, tanggul yang diharapkan mencapai 120 km pada tahun 2024, yang terdiri dari tanggul pantai sepanjang 60 km dan tanggul sungai sepanjang 60 km. Proyek itu tidak hanya dikerjakan di Jakarta, tetapi juga di Tangerang, Banten, dan Bekasi, Jawa Barat.
Namun, Ferdinanto mengatakan bahwa rancangan proyek tanggul yang diterbitkan tahun 2016 hanya mengidentifikasi wilayah-wilayah kritis di mana akan dibangun tanggul pengaman pantai dan sungai yang mencakup sekitar 46 km di Jakarta dan Banten.
Hingga kini, data dari sekretariat NCICD menunjukkan bahwa kementerian dan pemerintah daerah telah membangun tanggul sepanjang 9,85 km di Jakarta Utara yang terdiri dari 2,3 km di Muara Baru, 2,2 km di Kali Baru, 3,75 km di Luar Batang dan 1,6 km di Kali Blencong Timur.
Andi Baso, bagian dari tim perancang konsep NCICD, menjelaskan pembangunan tanggul laut merupakan langkah yang penting karena tanah Jakarta turun terus sekitar 7 sampai 10 cm per tahun, sementara permukaan air laut naik sekitar 5 mm setiap tahun akibat pemanasan global.
"Jadi kalau kita mau mengamankan Jakarta dari bajir rob, seperti kejadian banjir 2002 dan 2007 lalu, itu sebelum 2024, kita harus menanggul, pesisir utara Jakarta ini, yang kemarin sudah mulai dilakukan, itu minimal di daerah-daerah yang kritis sepanjang 45 km," ujar Andi kepada BBC News Indonesia melalui sambungan telepon, Kamis (05/12).
Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Martin Hadiwinata, yang melakukan riset tentang manfaat proyek itu, mengatakan tanggul laut itu sebenarnya bukan solusi tepat dari awal.
Ia mengaku belum melihat langsung tanggul yang roboh sehingga belum dapat memastikan penyebabnya. Namun, menurut dia, salah satu alasannya adalah pengembangan yang kurang mempertimbangkan efek perubahan iklim terhadap ketahanan bangunan.
"Kalau berdasarkan beberapa jejaring kita di sana, ya ini karena tidak tepat saja itu ditanggul, karena kan ditanggulnya wilayah tersebut itu bukan daratan awalnya kan. Tapi perairan yang ditanggul kemudian diisi tanah untuk kemudian menjadi daratan," kata Martin.
Martin menjelaskan bahwa proyek itu hanya memperhitungkan bahaya banjir dari laut, padahal persoalan utama adalah penurunan permukaan tanah karena pengambilan air tanah dan penambahan beban akibat pembangunan Jakarta yang tidak terkontrol.