Polemik Anggaran DKI Jakarta Berujung Pelaporan Kader PSI

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. - ANTARA FOTO
Sumber :
  • bbc

Polemik penyusunan APBD DKI Jakarta berujung pada dilaporkannya anggota DPRD fraksi PSI ke Badan Kehormatan. Bagaimana sebetulnya sistem penganggaran yang ideal?

Anggota DPRD dari fraksi PSI, William Aditya Sarana, dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat bernama `Maju Kotanya Bahagia Warganya` ke Badan Kehormatan DPRD karena dianggap melanggar kode etik dengan mengunggah anggaran janggal ke media sosial.

William mengatakan dia siap menjalani proses selanjutnya di Badan Kehormatan, bahkan mempertaruhkan jabatannya demi transparansi anggaran.

Ia juga menanggapi pernyataan Anies yang menyalahkan sistem penganggaran elektronik e-budgeting, yang diwariskan oleh gubernur sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama (BTP), sebagai sumber dari polemik ini.

"Pak Gubernur Anies Baswedan ini kan sudah menjabat dua tahun, jangan selalu menyalahkan pemimpin sebelumnya. Kalau dia mengetahui bahwa ada keburukan dari sistem ini ya segera diperbaiki dan pertahankan apa yang sudah baik," kata William.

"Jadi memang, sistem ini tidak sempurna, bahwa ada kelemahan, bahwa sistem ini terlalu mengandalkan manusia itu iya. Kalau ada wacana sistem itu disempurnakan ya saya mendukung," ujarnya.

Anies mengatakan pemutakhiran sistem e-budgeting Jakarta akan rampung dan digunakan mulai 2020 mendatang.

Ia menanggapi polemik mengenai sejumlah anggaran ganjil, seperti anggaran Lem Aibon sebesar Rp 82 miliar, dalam rancangan APBD 2020, yang menurutnya terjadi karena kelemahan sistem e-budgeting.

"Seperti anggaran yang lucu-lucu itu, tidak bisa dibedakan. Ini adalah kemalasan? Ini adalah keteledoran? Atau ini adalah titipan? Nggak bisa dibedakan tuh , kenapa? Ya karena sistemnya bebas," jelasnya.

"Tapi bila nanti di- upgrade kita akan bisa mengecek karena ada verifikasi-verifikasi."

Bagaimana bentuk sistem yang ideal?

Sebelumnya, Anies mengatakan meski Jakarta sudah memakai sistem digital, sistem yang diwariskan dari pemerintahan BTP itu, belum pintar karena sistem kerjanya yang masih manual.

"Itu hanya digital aja, (tapi) mengandalkan orang untuk me- review . Itu udah berjalan-bertahun tahun. Karena itu, ini akan diubah, tidak akan dibiarkan begitu saja. Lets do it in a smart way. ."

Sementara itu, Ima Mahdiah, anggota DPRD dari fraksi PDI-P, yang sebelumnya pernah magang di pemerintah provinsi DKI Jakarta di era pemerintahan BTP, menyoroti keengganan Anies untuk memeriksa detail anggaran secara rinci.

"Intinya Pak Anies tidak mau meluangkan waktunya untuk mengecek sampai komponen seperti Pak Ahok (BTP) dulu," katanya.

Menurut pengajar IT di Universitas Telkom, Basuki Rahmad, yang juga memegang sertifikasi auditor, input data memang dilakukan secara manual.

Namun, untuk membantu melakukan pengecekan data yang dimasukkan, sistem bisa dilengkapi dengan application control atau kontrol aplikasi yang memadai.

Tanpa kontrol tersebut, ujarnya, petugas anggaran akan kewalahan mengecek data yang banyak satu per satu.

"Saking banyaknya item , kan entry-datanya manual , evaluasinya manual, rasanya kok impossible ya. Pasti selalu ada yang loloslah itu kalau kondisinya begitu," ujar Basuki.


Anggota DPRD dari fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) William Aditya Sarana, mengkiritik sejumlah komponen pada rancangan anggaran yang dinilainya ganjil. - Getty Images

Menurut Basuki, kontrol aplikasi, harus mencakup input data, proses, hingga hasil pemrosesan data yang ada.

"Terkait input data, minimal sistem bisa mendeteksi apa yang salah, apa yang anomali. Yang kedua bisa mencegah berdasarkan ` rule ` yang kita tanam sebelumnya," ujarnya.

Misalnya, kata Basuki, sistem kontrol tersebut dapat diatur menggunakan harga barang dari jasa yang disusun oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), sehingga tidak ada penganggaran dengan harga yang tidak wajar.

Selain itu, ujar Basuki, sistem juga bisa diatur untuk membandingkan pola penganggaran saat ini dengan pola penganggaran yang dianggap baik sebelumnya.

"Misalnya dari APBD tahun sebelumnya yang dinilai sudah baik atau pattern (anggaran) lain sengaja di- inject ke sistem informasi," ujarnya.

Selain itu, Basuki mengatakan input data secara manual juga bisa diawasi melalui sistem persetujuan dari atasan orang-orang yang bertugas memasukkan data.

Dari segi proses, Basuki menambahkan, sistem juga seharusnya bisa menganalisa risiko yang ada.

"Berdasarkan analisa risiko, kita tau kecurangan modusnya kayak gimana. Modus itu ditangkap dulu kemudian diimplementasikan dalam aplikasi kontrol, supaya aplikasi kita bisa menilai yang anomali," katanya.

Jika pemerintah provinsi melakukan itu, Basuki berujar, sistem akan memberikan peringatan atau red light jika ada anggaran tidak wajar yang dimasukan dalam sistem.

Sebelumnya, mantan gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan yang keliru bukanlah sistem penganggarannya, tapi orang yang melakukan input data.

"Yang bodoh itu bukan sistemnya,tapi kita-kita ini, SDM-nya," ujarnya.

Ia menceritakan saat ia menjabat sebagai wakil gubernur DKI Jakarta mendampingi Basuki Tjahaja Purnama, sistem yang ada membantu mereka menjaga anggaran.

"Karena dalam menyusun anggaran tidak mungkin bisa sempurna 100 persen, tapi minimal kita bisa mengamankan supaya anggaran itu tidak bocor," ujarnya.

Haruskah sistem disempurnakan?

Pengajar Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) Institu Teknologi Bandung Agung Harsoyo, mengatakan upgrading atau peningkatan performa suatu sistem adalah hal yang wajar.

Ia mengatakan aplikasi harus ditinjau ulang secara berkala.

"Dievaluasi apakah ada kekeliruan (bugs) yg perlu diperbaiki? Ada yg perlu ditambahkan dan sejenisnya, maka dilakukan perbaikan aplikasi," ujar Agung.

Sementara itu, Djaroti Saiful Hidayat mempersilahkan Anies untuk memperbaiki sistem yang ada.

"Tugasnya Pak Anies dong untuk sempurnain, tugas Bappeda," ujar Djarot.

Seberapa penting sistem e-budgeting?

Sebelumnya, di tahun 2017, pemerintah provinsi DKI Jakarta mendapatkan penghargaan sebagai provinsi dengan inovasi terbaik dalam perencanaan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Kepala Bappeda DKI Jakarta, saat itu, Tuty Kusumawati mengatakan sejumlah inovasi yang telah dilakukan adalah e-budgeting, e-planning, e-musrenbang, serta e-komponen.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, seperti dikutip dari akun Twitternya, Jakarta dan Surabaya adalah contoh kota yang melakukan e-budgeting dengan bagus.

E-budgeting dan perencanaan elektronik menurutnya akan menjadikan sistem perencanaan dan penganggaran transparan dan akuntabel.

Ahli IT Basuki Rahmad juga mengatakan bahwa e-budgeting penting untuk transparansi anggaran.

"Menurut saya penting, harusnya transparansi dari situ. Kalau saya jadi warga DKI, saya berhak tau uang saya direncanakan kayak gimana, untuk apa. Kalau saya nggak setuju, saya bisa langsung protes. Jadi orang nggak boleh sembarangan," ujarnya.

"Nggak boleh uang keluar sepeser pun kalau di rencananya nggak ada. Kalau budgeting dibuat tidak proper ada kemungkinan cost control nggak proper," kata Basuki.

Idealnya, kata Basuki trasparansi dilakukan secara utuh, yakni dimulai dari penganggaran, realisasi kegiatan, dan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran.