Perang Membuat Mereka Mencari Negeri Impian
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA – Ali, warga negara Afghanistan, satu dari para pengungsi yang sudah berhari-hari ini berada di eks markas Kodim Kalideres, Jakarta Barat. Tiga negara dilaluinya sebelum menginjakkan kaki di Indonesia. Tujuannya mencari suaka politik. Tak hanya Ali, ada juga Tahere dan Faiz. Berliku jalan mereka tempuh demi menjauh dari negeri kelahirannya yang terus bersimbah darah akibat perang.
Ali kepada VIVAnews, Selasa 3 September 2019 menuturkan, negara pertama yang diinjaknya setelah ke luar dari Afghanistan adalah Pakistan. Kemudian, dia melanjutkan pelariannya menuju Dubai, lalu ke Singapura. Dari Negeri Singa itu, Ali menuju Surabaya, Indonesia, pada 2013. "Satu minggu perjalanan hingga sampai ke Indonesia," katanya.
Kemelut peperangan di Afghanistan mendorong Ali untuk hengkang dari negaranya. Dia ingin mendapatkan hidup yang nyaman. Selama di Indonesia, Ali juga pernah tinggal di Bogor, Jawa Barat. Hingga akhirnya, langkah pria yang sudah bisa berbahasa Indonesia ini, berada di tempat penampungan ini.
Alasan serupa disampaikan Tahere. Pria 39 tahun ini meninggalkan negaranya, Afghanistan lantaran perang. "Karena di negara aku ada perang, di situ ada ISIS, karena di situ perang, manusia tidak bisa tinggal di situ," ujarnya.
Lantaran itu, ia memutuskan mencari suaka. Meski negara pertama yang diinjaknya sama seperti Ali, Pakistan, yang ditempuhnya lewat jalur darat, selanjutnya Tahere menempuh rute berbeda. Dari Pakistan ia naik pesawat ke Thailand. Selanjutnya dari Negeri Gajah, Tahere naik mobil ke Malaysia. Kemudian naik kapal laut menuju Medan, Sumatera Utara. Dari Medan, ia naik pesawat ke Jakarta.
Perjalanan seluruhnya ditempuh selama dua bulan. Dia menghabiskan waktu lama di Pakistan. Sementara di Thailand dan Malaysia, hanya satu hari. Februari 2014, dia tiba di Indonesia.
Tahere sempat tinggal di beberapa daerah. Di antaranya di Bogor, Jawa Barat, kurang lebih selama empat bulan. Kemudian tinggal di Kupang, Nusa Tenggara Timur, lalu Makassar, Sulawesi Selatan.
Empat tahun kemudian, istri dan anak Tahere menyusul ke Indonesia. Itu lantaran tidak ada yang membantu keluarganya ketika terjadi konflik. "Karena di negara aku setiap hari ada perang, di situ tidak ada yang bantu keluargaku sehingga lari ke Indonesia,” ujarnya.
Bagi dia, Indonesia adalah negara aman dan tidak ada gejolak konflik peperangan seperti di negaranya. "Di Indonesia aman, terima kasih kepada Indonesia yang sudah baik. Semua sopan, orangnya baik," ujarnya saat rehat di gedung eks Kodim.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Tahere mendapat anggaran dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) sebesar Rp1,250 juta per bulan.
Perang juga jadi alasan Faiz meninggalkan Afghanistan. Kondisi Afghanistan yang terus dirundung peperangan membuat lelaki 36 tahun ini bergerak mencari suaka. "Di sana tidak aman, ada Taliban, saya mau mencari tempat yang aman. Di sini alhamdulillah Indonesia aman," ujar Faiz.
Faiz melewati beberapa negara hingga akhirnya sampai ke Indonesia pada 2014. "Dari Afganistan ke India. Nunggu di India dua minggu, dari India ke Malaysia, di Malaysia dua minggu. Terus dari Malaysia ke Medan naik kapal laut," katanya.
Untuk kehidupan sehari-hari tinggal di Indonesia, dia mendapat pasokan dari keluarganya yang saat ini berada di Pakistan. Namun, sudah enam bulan terakhir ini, dia belum dapat kiriman uang. Beruntung, teman-teman membantu Faiz memenuhi kebutuhannya.
Selama di Indonesia, Faiz pernah tinggal di daerah Puncak, Bogor, Jawa Barat, bersama kawan-kawannya. Mereka menyewa rumah di sana. "Di rumah saja enggak ada kerja. Makan tidur," katanya.
Sementara Abdul, pencari suaka dari Somalia, pernah tinggal di beberapa daerah di Indonesia. Dia dan keluarganya sempat tinggal di daerah Petamburan, Jakarta Pusat, selama satu bulan. Setelah itu, tinggal di Ciputat, Tangerang Selatan selama dua tahun.
Saat di Ciputat, Tangerang Selatan, keluarga Abdul mendapat suntikan dana untuk kebutuhan sehari-harinya dari UNHCR Rp1,8 juta per bulan. Dana itu untuk satu keluarga terdiri dari tujuh orang. “Enggak cukup satu bulan. Uangnya jadi kurang buat beli makan," katanya.
Ketika uangnya habis, ada sebagian masyarakat yang memberinya untuk makan dan keperluan sehari-hari. Dari Ciputat, dia pindah ke Kalideres, Jakarta Barat. “Satu tahun di Kalideres tinggal di pinggir jalan waktu itu 2018 sampai 2019 kita tidur di sini di depan eks Kodim Kalideres," ujarnya.
Abdul bisa sampai di Indonesia setelah melalui perjalanan selama 10 hari dari Somalia. Dari negaranya, dia berangkat menuju Malaysia. Kemudian menuju Medan, Sumatera Utara dengan menggunakan kapal laut.
Abdul menegaskan, dia bersama keluarganya enggan balik lagi ke negara asalnya. Sebab, terjadi perang saudara di negara tersebut. Jika di sana, dia khawatir dibunuh dan dibom. “Rumah saya pernah hancur habis itu kita lari ke sini. Kalau Indonesia aman. Kita pengen di sini saja," katanya.
Tujuan akhir para pencari suaka ini sebetulnya bukan Indonesia. Meski sudah bertahun-tahun menetap di sejumlah tempat di Indonesia, tujuan mereka sebetulnya empat negara favorit tujuan imigran, yakni Australia, Amerika Serikat, Kanada dan Selandia Baru.
Kini nasib mereka masih belum jelas. Pemprov DKI Jakarta memberi batas waktu hingga 31 Agustus 2019 agar mereka meninggalkan Jakarta. Pasokan listrik dan air kini tidak bisa mereka nikmati lagi. Sandaran mereka kini hanya UNHCR. (umi)