Kebijakan Walkot Depok soal LGBT Tuai Kritikan

Wali Kota Depok, Mohammad Idris, mengerahkan seluruh perangkat daerah untuk mencegah apa yang disebutnya sebagai upaya penyebaran perilaku LGBT. - Diskominfo Depok
Sumber :
  • bbc

Kebijakan Wali Kota Depok, Mohammad Idris, untuk mengerahkan seluruh perangkat daerah yang dimilikinya untuk mencegah apa yang disebutnya sebagai upaya penyebaran perilaku LGBT mendapat kritikan.

Mohammad Idris beralasan langkah itu diambil demi melindungi wilayahnya dari kasus seperti Reynhard Sinaga.

Reynhard Sinaga adalah pria asal Indonesia yang dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris, dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap puluhan korban pria.

Reynhard juga diketahui menuntaskan kuliah di Universitas Indonesia dan sempat tinggal bersama orang tuanya di Depok.

Beberapa upaya pencegahan itu, kata Mohammad Idris, dengan merazia tempat-tempat yang diindikasikan sebagai lokasi LGBT berkumpul seperti mal, kos-kosan atau apartemen.

Jika dipastikan ada kelompok LGBT, katanya, Satpol PP akan membawa ke bidang penyuluhan untuk `dibina` secara agama.

"Kalau mereka mengaku LGBT dan minta bantuan ingin keluar dari lingkaran itu, kita lakukan semacam recovery atau nasihat-nasihat," ucapnya kepada Quin Pasaribu yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Minggu (12/01).

Tindakan lainnya menyebarkan surat edaran ke pusat-pusat perbelanjaan agar tidak membiarkan kelompok LGBT berkumpul dan membentuk crisis centre untuk mendata korban LGBT.

Menurut Mohammad Idris, apa yang dilakukannya itu sebagai langkah antisipasi agar perilaku LGBT yang disebutnya sebagai `virus, tidak menyebar`. Karena itu ia menolak jika kebijakannya dikatakan melanggar hak privat seseorang dan mengkriminalkan kelompok LGBT.

"Kita berangkat dari aturan ketertiban umum bahwa ini memang secara norma dan agama, menjadi sebuah permasalahan. Makanya kita tindakan-tindakannya persuasif, artinya memberikan penyuluhan dan kesadaran."

"LGBT melanggar aturan agama tidak? Ini kan masalahnya virus, bisa menyebar. Lain halnya orang meninggalkan salat itu sangat privasi, tidak bisa diambil tindakan karena aturan meninggalkan salat terus dieksekusi, tidak ada."

Serangan komentar negatif ke LGBT

Penulis tentang gender dan seksualitas yang juga aktivis LGBT, Hendri Yulius, mempertanyakan kebijakan wali kota Depok.

"Saya nggak clear apa yang didefinisikan, tolok ukurnya apa? Karena tidak jelas apakah merujuk pada identitas seseorang atau pada perilakunya? Itu kan dua hal yang terpisah," ujar Hendri Yulis kepada BBC, Minggu (12/01).

Ia juga berkata, kelompok LGBT tak bisa diperlakukan berbeda hanya karena orientasi seksnya sehingga pemerintah daerah tak berhak mencampuri urusan privasi mereka.

Karena itulah, menurutnya, jika Pemkot Depok berkeras melakukan razia ke kos-kosan atau apartemen, akan terjadi persekusi atau kriminalisasi.

"Misalnya dua laki-laki lagi share kamar, yang mungkin saja mereka berteman, atau adik-kakak, atau saudara, kan konyol kalau dianggap gay," tukasnya.

Hendri bercerita, sejak pemberitaan tentang Reynhard Sinaga tersiar di Indonesia, pesan berantai dari aplikasi WhatsApp tak berhenti masuk. Isinya kira-kira begini: hati-hati sekarang pelecehan seksual bukan hanya terjadi pada anak perempuan, tapi juga anak laki-laki.

Tak cuma itu, di akun media sosialnya, pemberitaan tentang Reynhard Sinaga dikomentari negatif oleh warganet.

"Ya tentu mengerikan (pesan-pesan itu) itu karena membuat tuduhan kayak seolah-olah seluruh LGBT berpotensi menjadi predator," ujar Hendri.

"Jadi menambah prasangka tanpa konteksnya, dipukul rata bahwa semua LGBT itu seperti Reynhard dan berpotensi kayak dia," sambungnya.

Komentar-komentar sinis seperti itu, kata aktivis LGBT dan penulis tentang gender dan seksualitas ini, masih terjadi sampai sekarang dan ia menyebutnya sebagai `kepanikan moral`.

Dari pengamatan Hendri, tiap kali ada pemberitaan mengenai LGBT di luar negeri, kelompok anti-LGBT di Indonesia selalu mengaitkannya dengan kondisi di Indonesia. Bahkan memunculkan ketakutan di tengah masyarakat.

Ia mencontohkan pemberitaan media internasional mengenai pengesahan perkawinan sejenis di Taiwan dan kasus pelecehan seksual yang dilakukan Reynhard Sinaga di Manchester, Inggris.

"Dulu saat berita pernikahan sejenis, dibilang kalau LGBT juga akan mensyahkan pernikahan sejenis di Indonesia dan sekarang Reynhard, diskursus yang dibuat LGBT akan menyebabkan terjadinya pelecehan, kekerasan, dan mengubah hetero jadi homoseksual," tukas Hendri.

Razia LGBT pelanggaran hak privat

Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik, Uli Pangaribuan, menyebut wali kota Depok gagal memahami dan membedakan antara kejahatan dengan orientasi seks. Padahal keduanya berbeda dan siapapun baik heteroseksual maupun LGBT sama-sama berpeluang untuk melakukan kejahatan.

Karena itulah, ia menilai kebijakan untuk melakukan apa yang disebut sebagai upaya pencegahan dan penyebaran perilaku LGBT, tidak masuk akal.

"Itu ngawur dan salah sasaran," kata Uli Pangaribuan kepada BBC, Minggu (12/01).

Dari pantauannya, Depok kerap melahirkan kebijakan berbau agama sejak kepala daerahnya diusung oleh Partai Keadilan Sejahtara (PKS). Berbagai peraturan daerah dan raperda itu di antaranya adalah Perda Ketahanan Keluarga, Raperda Kota Religius, dan Raperda Anti-LGBT.

Bagi Uli seluruh aturan itu tidak menjawab persoalan utama yang mana Kota Depok masuk dalam lima besar daerah dengan kasus kekerasan seksual anak terbanyak.

Catatan Tahunan LBH Apik Tahun 2019 menunjukkan Depok berada di urutan ketiga dengan jumlah kasus sebanyak 99.

"Kenapa Depok tidak fokus pada kasus-kasus kekerasan seksual anak yang lagi marak? Dan penanganannya tidak maksimal. Pemda malah menyuruh anak dimediasi, padahal Depok katanya kota layak anak," tegasnya.

Ia juga berkata, razia oleh Satpol PP terhadap kos-kosan atau apartemen yang diduga tempat berkumpulnya kelompok LGBT melanggar hak privat.

"Itu membuat orang tidak nyaman dan pelanggaran hak privasi dan kebebasan. Apalagi ruangnya, ruang privat."