Profil Risa Santoso, Rektor Termuda Berumur 27 Tahun Lulusan Harvard
- instagram @santosorisa
VIVA – Makin banyak milenial yang mengisi posisi tinggi di dunia pendidikan. Setelah Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri termuda yang membawahi Pendidikan dan Kebudayaan, kini perempuan cerdas berumur 27 tahun didaulat sebagai rektor termuda.
Nama Risa Santosa memang sedang viral dan jadi bahan pembicaraan. Perempuan kelahiran Surabaya, 27 Oktober 1992 itu baru saja dilantik sebagai rektor di Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang, Jawa Timur. Atas prestasinya itu, Risa pun jadi rekor rektor termuda di Indonesia. Penasaran dengan sosok perempuan muda yang cerdas dan cantik ini?
Berpendidikan tinggi
Risa menempuh pendidikan di Universitas bergengsi. Ia menuntaskan S1 di University of California Berkeley, Amerika Serikat. Universitas tersebut merupakan perguruan tinggi riset publik. Di sana, ia mengambil jurusan Ekonomi.
Kemudian Risa melanjutkan pendidikan S2 di bidang Ilmu Pendidikan dengan beasiswa LPDP di Harvard University, Cambridge, AS. Seperti diketahui, Harvard merupakan salah satu universitas terbaik di dunia. Lulus dari kedua universitas tersebut, ia menyandang beberapa gelar yaitu Risa Santoso, BA., MA. Ed.
Baca juga: Soal Cadar dan Celana Cingkrang, Politisi Nasdem: Keluar Saja dari ASN
Karier bagus
Lulus kuliah, Risa bekerja sebagai tenaga ahli muda di kantor staf presiden. Dia bekerja selama 1 tahun 7 bulan dari Agustus 2015 sampai Februari 2017. Lalu Risa juga pernah menjabat sebagai direktur pengembangan di Institut Asia, Malang. Risa menjalankan tugas tersebut selama lebih dari 2 tahun, hingga pada 2 November 2019 dia resmi dilantik sebagai rektor termuda di institut tersebut.
Setelah jadi viral
Dalam tayangan video di kanal Youtube Institut Teknologi dan Bisnis Asia Malang, Risa mengaku terhormat mendapat kepercayaan menjadi rektor di usia yang masih muda. Ia juga membeberkan dampak positif dan negatif setelah dirinya menjadi viral. "Asal itu bisa membuat Asia nanti makin dikenal, juga teman-teman makin tahu bagaimana Asia, sesuatu yang positif di situnya," katanya. Sedangkan soal dampak negatif, ia akui terlalu banyak menerima exposure. "Enggak bisa terlalu melihat media. Lebih ke (berkurangnya) personal space," ungkap Risa.