KPAI Sebut Kepala Sekolah Penghukum Push Up Siswinya Tak Kreatif

Seorang siswi trauma bersekolah gara-gara habis dihukum push up oleh sang kepala sekolah saat ditemui wartawan di rumahnya di Kecamatan Cilodong, Depok, Jawa Barat, pada Senin, 28 Januari 2018.
Sumber :
  • VIVA/Zahrul Darmawan

VIVA – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengecam keras tindakan oknum kepala sekolah sebuah sekolah dasar di Bogor yang menghukum push up seorang siswinya gara-gara menunggak membayar biaya Sumbangan Pembinaan Pendidikan atau SPP.

Menurut Komisioner KPAI, Retno Listyarti, peristiwa itu tidak semestinya terjadi. Sebab kewajiban anak adalah mendapatkan pendidikan yang layak. Jika masalahnya hanya karena tunggakan uang iuran, itu sebetulnya bisa diselesaikan dengan cara bijak.

“Untuk SD sebenarnya sudah gratis, ya, kalau negeri. Kalau pun swasta, kan, ada Kartu Indonesia Pintar (KIP). Namun kalau kita melihat kasus ini tampaknya sekolah, selain tidak memiliki kreativitas, juga tidak ada upaya-upaya membantu,” katanya saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa, 29 Januari 2019.

Ketika seorang murid tidak mampu membayar sekolah di sekolah swasta, mestinya yang dimintai pertanggungjawaban adalah orangtua, bukan si murid. Anak tak bersalah apa pun andai menunggak berbulan-bulan.

Jika pun orangtua tak sanggup membayar, kata Retno, pihak sekolah seharusnya bisa melakukan pendekatan dengan cara dialog atau bermusyawarah. Misalnya, dikonsultasikan dengan Komite Sekolah sebagai perwakilan orangtua. Lagi pula, sekolah telah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah atau BOS yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Ditambah peluang anak untuk mendapatkan KIP.

“Atau, kalau punya niat baik pihak Komite juga bisa melakukan subsidi silang. Misalnya, orangtua-orangtua yang mampu di situ membayar lebih beberapa puluh ribu untuk menutupi biaya anak tidak mampu. Hanya saja kayaknya pihak sekolah tidak mau melakukan itu dan lebih gampang menekan anak,” katanya.

Langkah lain, katanya, pihak sekolah bisa mendatangi langsung rumah orangtua siswi yang bersangkutan untuk berkoordinasi dengan RT setempat. "Namun jika mampu tapi enggak mau bayar, kan, bisa diselesaikan dengan cara lain tanpa harus menghukum si anak,” ujarnya. (mus)