Bolak-balik Berkas Perkara Nur Mahmudi, Apa Sebabnya?
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Kepala Kejaksaan Negeri Kota Depok, Sufari akhirnya angkat bicara terkait alasan jaksa belum menahan mantan Wali Kota Depok, Nur Mahmudi Ismail dan Sekda Harry Prihanto atas kasus dugaan korupsi jalan.
Tak hanya itu, Sufari juga membeberkan sederat alasan kenapa berkas kedua tersangka selalu di kembalikan ke penyidik Polresta Depok.
"Begini, jadi JPU (Jaksa Penuntut Umum) itu kan mempunyai kewajiban secara hukum sesuai KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) harus meneliti berkas. Pada saat pertama, kita kan sudah meneliti. Dari berkas pertama itu, kita memberikan petunjuk namanya P 19," katanya di hadapan awak media pada Rabu 16 Januari 2019.
Selanjutnya, berkas itu dikembalikan ke penyidik, agar dilakukan pembenahan dalam waktu 14 hari. "Setelah segala macam kemudian dikirim ke kita kembali, nah oleh jaksa dilakukan penelitian. Ternyata P 19 kami belum terpenuhi, belum dilengkapi," ujarnya
Kemudian, sesuai dengan KUHP , penyidik mempunyai kewajiban untuk melengkapi kembali. Dan, ketika memang mau dilengkapi, maka berkas itu pun harus dikembalikan oleh jaksa ke penyidik dalam hal ini polisi.
"Setelah tiga kali dikembalikan, kemudian kita melakukan penelitian kembali. Ternyata, P 19 juga belum dilengkapi. Itu secara prosedur seperti itu," paparnya
Ketika dicecar soal materi apa yang harus dilengkapi, Sufari menjelaskan, secara hukum acara, suatu perkara dinyatakan lengkap apabila terpenuhi syarat formil dan materil. Ketika tidak dipenuhi maka itu tidak layak dilimpahkan ke pengadilan.
"Syarat formil kita sudah memberikan petunjuk. Syarat materil kita juga sudah memberikan petunjuk," ujarnya,
Adapun petunjuk materil itu, lanjut Sufari, adalah perbuatan tersangka harus didukung oleh alat bukti dan barang bukti, sehingga itu bisa memenuhi unsur. Ketika perbuatan tersangka itu tidak dilengkapi atau tidak didukung oleh alat bukti, maka secara materil berkas perkara belum dinyatakan lengkap.
"Apa saja hal itu, ya tentu kita serahkan pada penyidik, tidak bisa kita sampaikan secara umum. Petunjuk itu kan sudah kami berikan pada penyidik. Secara hukum, kita tidak bisa menyampaikan secara terbuka. Tidak semua yang transparan itu harus dibeberkan pada masyarakat," ungkapnya.
Jaksa, lanjut Sufari, mempunyai kewajiban untuk memenuhi syarat-syarat dalam KUHAP itu pada penyidik.
"Jadi, tidak ada istilah kata berkasnya bolak-balik. Kami hanya memberikan petunjuk sekali. Selanjutnya, kami meneliti kembali apakah petunjuk kami yang pertama terpenuhi atau tidak. Jadi tidak ada kata bolak-balik," tegasnya.
Sufari memastikan komitmen jaksa dalam menangani perkara ini. Ia tak ingin berandai-andai bahwa kasus ini berpotensi kalah di pengadilan, karena itu bukan kewenangan Kejaksaan. Menurutnya, jaksa bertugas memberikan petunjuk kepada penyidik terhadap hasil penyidikan, sehingga memenuhi syarat untuk diajukan ke pengadilan.
"Sepanjang itu dilengkapi, pasti kita jalan. Dalam KUHAP itu ada asas praduga tak bersalah. Semuanya ada tolak ukurnya. Jadi, jelas ya," tambahnya.
Untuk diketahui, Nur Mahmudi dan mantan anak buahnya, Harry Prihanto telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pembebasan Jalan Nangka, Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat pada 20 Agustus 2018, lalu. Keduanya diduga merugikan negara senilai Rp10,7 miliar.
Dana tersebut disebut-sebut berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD yang keluar tanpa persetujuan DPRD setempat. Hingga kini, proyek itu belum jelas. (asp)