Alasan NJOP di Jakarta Naik 100 Persen

Ilustrasi perumahan.
Sumber :
  • ANTARA/Aditya Pradana Putra

VIVA – Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan untuk menaikkan harga Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP dikeluhkan sejumlah warga DKI. Terutama, warga di wilayah Jagakarsa Jakarta Selatan, yang mengalami kenaikan pajak hingga 100 persen.

Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI, Faisal Syafruddin angkat bicara mengenai hal ini. Menurutnya, kenaikan NJOP itu bervariasi dan menyesuaikan harga pasar.

Sedangkan terkait kenaikan NJOP mencapai 100 persen, Faisal menduga wajib pajak tersebut pindah tarif.

"Kenaikan 100 persen itu mungkin dia naik tarif, yang dulunya tarif 01 dia pindah ke 02 atau 03. Jadi gini, misalkan dia di bawah Rp10 miliar, itu tarifnya Rp10 miliar. Jadi, begitu NJOP-nya naik, walau cuma satu rupiah, makanya kalau Rp10 miliar itu berarti masuk ke tarif 0,3 persen, sehingga pengaliannya hanya di 0,3 persen. Nah, itu tarif yang mungkin naik," ujarnya

Seperti diketahui, ada empat tarif PBB-P2 yang berlaku di DKI Jakarta, yaitu tarif 0,01 persen untuk NJOP < Rp200 juta, tarif 0,1 persen untuk NJOP Rp200 juta sampai dengan < Rp2 miliar, tarif 0,2 persen untuk NJOP Rp2 miliar sampai dengan < Rp10 miliar dan tarif 0,3 persen untuk NJOP Rp10 miliar atau lebih.

Menurut Faisal, tidak semua tempat mengalami kenaikan pajak yang sama. Kenaikan pajak juga dilihat dari pertumbuhan ekonomi di sekitar wilayah. Seperti di Jagakarsa, menurut Faisal, saat ini pertumbuhan ekonominya sangat pesat, karena banyak berdiri bangunan komersial dan bangunan perumahan yang baru.

"Nah, itu (Jagakarsa) kita sesuaikan, sesuaikan dengan harga yang sama dengan daerah perbatasannya, contohnya dengan Cilandak dan Pasar Minggu. Nah, itu kita survei berdasarkan harga pasar dan plus juga dengan perkembangan ekonomi daerah. Seperti itu, jadi jangan sampai orang yang punya tanah di situ, tanahnya dalam zona komersial, NJOP-nya masih rendah, kan enggak fair," ujarnya

Faisal mengatakan, bagi yang merasa keberatan dengan nominal NJOP yang harus dibayar, wajib pajak nantinya dapat mengajukan keberatan dan meminta untuk pengurangan pajak. Namun, pengurangan tersebut harus dengan alasan yang jelas, bukti yang konkret dan kondisi wajib pajak dinilai tidak mampu untuk membayar pajak. 

Jika dinilai layak mendapatkan pengurangan, proses tersebut dapat dikabulkan dalam satu hari. Apabila diperlukan pemantauan langsung ke lokasi pajak, diperkirakan dikabulkan dalam beberapa hari.

"Kita lihat kemampuan wajib pajak sendiri. Kan, mereka mengajukan nanti kita survei ke sana seperti itu. Contoh, dia mengajukan pengurangan, ternyata dia orang mampu, bangunan mewah dia di zona itu, enggak mungkin kita kasih pengurangan. Yang seperti BPJS lah, kan tidak mungkin diberikan kepada orang yang mampu," ujarnya.