DKI Disesaki Bangunan, Penurunan Muka Tanah Pasti Terjadi

Foto udara kawasan gedung pencakar langit di Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

VIVA – Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan tengah gencar melakukan inspeksi mendadak terhadap gedung tinggi yang tak mematuhi aturan dalam penggunaan air tanah. Menurut dia, kondisi itu tak terlepas dari banyaknya bangunan di Jakarta Saat ini.

Dari data, bagunan di Jakarta berupa rumah, gedung, dan jalan sudah mencapai 65 persen dari luas tanah di Jakarta. Jumlah bangunan yang tidak sedikit ini, secara otomatis juga menyedot air tanah. Jumlahnya tentu sangat banyak.

"Jakarta ini ada 63 ribu hektare tanah. Dari 63 ribu itu, 65 persen tertutup bangunan rumah, gedung, jalan. Karena itu, penting bagi Jakarta memiliki pengelolaan air," kata Anies, usai memimpin apel Tim Pengawasan Terpadu di kawasan Jakarta Pusat, Jumat 16 Maret 2018.

Selain itu, Anies menyatakan, dibentuknya tim terpadu mengawasi gedung-gedung bertingkat juga untuk mengurangi penggunaan air tanah secara berlebihan. Karena itu, penting untuk dilakukan pengelolaan air guna memperlambat penurunan muka tanah.

Ia menyebut, kondisi terkini yakni permukaan tanah di Jakarta turun tujuh sentimeter setiap tahun. Kalau tidak diantisipasi, Ibu Kota akan terancam banjir besar, karena tak mampu menyerap air akibat banyaknya bangunan.

"Di pesisir turun bisa sampai 20 cm. Langkah yang kita lakukan sekarang ini adalah dalam rangka memastikan lingkungan hidup di Jakarta terjaga," katanya.

Menurut Anies, kondisi sekarang ini bukan disebabkan faktor alam. Kebanyakan penurunan tanah diakibatkan laju pembangunan tanpa peta panduan (roadmap) yang jelas.

Sehingga, inspeksi mendadak gedung-gedung tinggi akan terus dilakukan. Dalam waktu dekat wilayah lain di Jalan Gatot Subroto dan kawasan Jalan Rasuna Said, Kuningan, juga akan disidak.

"Kita harus mengambil langkah untuk memperbaiki dan mengoreksi," katanya.

Seperti diketahui, Jakarta terancam tergenang banjir besar pada 2030. Ini akan terjadi bila kecepatan penurunan muka tanah tidak dapat ditahan. Setiap tahun, penurunan muka tanah di Jakarta mencapai tujuh sentimeter.

Selama lebih dari 15 tahun, penggunaan air tanah tidak pernah berkurang. Sesuai data yang ada, sebanyak 65 persen kebutuhan air di Jakarta, ternyata diambil dari bawah tanah. Ini tidak sebanding lurus dengan pendapatan pajak air tanah di Jakarta yang justru stagnan.