Polisi Bongkar Sindikat Penipuan Bermodus Aplikasi Kencan, Targetnya Pengacara dan Dokter

Polisi mengungkap kasus penipuan bermodus aplikasi kencan online
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA — Polsek Metro Gambir berhasil membongkar sindikat penipuan daring bermodus kencan yang beroperasi melalui aplikasi dating populer. Dalam pengungkapan kasus ini, 20 orang tersangka ditangkap di Apartemen Batavia, Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Operasi ini merupakan hasil patroli siber yang mendeteksi aktivitas mencurigakan hingga akhirnya polisi melakukan penggerebekan pada Rabu, 22 Januari 2025, pukul 04.30 WIB.

Kapolsek Gambir, Kompol Rezeki Respati, menjelaskan bahwa sindikat ini menggunakan aplikasi kencan seperti Tinder, Bumble, dan OKCupid untuk memikat korban. Setelah membangun kedekatan emosional, pelaku mengarahkan korban untuk berinvestasi melalui aplikasi palsu bernama Wish.

“Pelaku menjanjikan keuntungan hingga 25 persen kepada korban, yang kemudian diarahkan untuk mentransfer uang dalam bentuk mata uang kripto,” jelas Kompol Rezeki.

Ilustrasi penipuan.

Photo :
  • Pixabay

Kronologi dan Modus Operasi

Sindikat ini terbagi ke dalam dua kelompok utama, yaitu leader dan operator. Tiga orang berperan sebagai leader, dengan inisial IMB, AKP, dan RW, bertugas mengawasi jalannya operasi dan memberikan instruksi kepada para operator. Sementara itu, 17 orang lainnya bertugas sebagai operator yang menggunakan 28 laptop dan 94 ponsel untuk menjalankan aksinya.

Para operator memulai dengan membuat profil palsu menggunakan foto orang lain yang menarik. Target mereka adalah perempuan dari kalangan profesional, seperti pengacara atau dokter, yang dianggap memiliki tingkat ekonomi menengah ke atas.

Setelah mendapatkan kepercayaan korban melalui percakapan di aplikasi kencan, pelaku beralih ke WhatsApp untuk lebih membangun kedekatan emosional.

Dalam percakapan lanjutan, korban diarahkan untuk mengunduh aplikasi palsu Wish, di mana mereka diajak untuk berinvestasi dengan iming-iming keuntungan besar. Dana yang diberikan korban kemudian dikonversi ke mata uang kripto, seperti USDT, dan ditransfer ke dompet digital yang dikelola oleh sindikat. Dana tersebut akhirnya dikirimkan ke rekening tersangka utama berinisial AJ, yang masih buron dan diduga merupakan warga negara asing asal China.

Dalam penggerebekan, polisi mengamankan berbagai barang bukti, di antaranya 28 unit laptop merek Lenovo, 94 unit ponsel, 50 kartu perdana Telkomsel, 40 kartu perdana XL, narkotika jenis sabu dengan berat bruto 0,62 gram, alat hisap sabu (bong), serta dua paket plastik klip berisi narkotika.

Dari 20 tersangka yang diamankan, delapan orang terbukti positif menggunakan narkotika jenis sabu berdasarkan hasil tes urin. Mereka mengaku mengonsumsi narkotika selama bekerja dalam sindikat tersebut.

Para pelaku dijerat dengan Pasal 28 ayat (1) Juncto Pasal 54 ayat (1) dan Pasal 35 Juncto Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang RI No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU ITE. Ancaman hukuman yang dikenakan antara lain Penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp1 miliar untuk penyebaran informasi palsu, sesuai Pasal 28 ayat (1) atau Penjara maksimal 12 tahun dan denda Rp12 miliar untuk penciptaan data elektronik palsu, sesuai Pasal 35.

Sejauh ini, korban yang teridentifikasi mayoritas adalah warga negara asing dari Vietnam, Filipina, dan Thailand. Namun, pihak kepolisian masih mendalami kemungkinan adanya korban dari Indonesia.

“Kami mengimbau masyarakat yang merasa menjadi korban untuk melapor ke Polsek Metro Gambir,” ujar Kompol Rezeki.

Sindikat ini juga memiliki keterkaitan internasional. Pelaku utama berinisial AJ, yang diduga sebagai otak sindikat, saat ini masih dalam pengejaran dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). AJ diketahui merupakan warga negara asing yang berperan sebagai pengendali utama dana kripto.

Kasus ini masih dalam tahap pengembangan, terutama untuk menghitung total kerugian yang diderita korban. Polisi juga tengah menelusuri alur dana yang melibatkan mata uang kripto. “Kendala terbesar adalah pelacakan transaksi kripto yang memerlukan proses lebih mendalam,” kata Kompol Rezeki.

Melalui pengungkapan ini, polisi berharap masyarakat lebih waspada terhadap modus penipuan yang memanfaatkan kedekatan emosional sebagai alat untuk mengelabui korban.

"Ini adalah salah satu bentuk kejahatan siber yang semakin kompleks. Patroli siber akan terus kami tingkatkan untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang,” pungkasnya.