Sempat Dirawat, Bocah Kelas 3 SD di Subang Meninggal Usai Jadi Korban Perundangan Kakak Kelas
- VIVA.co.id/Andrew Tito
Subang, VIVA — Seorang bocah berusia 9 tahun, ARO, yang masih duduk di bangku kelas 3 SD di Subang, Jawa Barat, meninggal dunia setelah diduga menjadi korban perundungan oleh sejumlah kakak kelasnya.
Korban sempat mendapatkan perawatan intensif di RSUD Ciereng Subang selama enam hari, namun nyawanya tak tertolong. Ia menghembuskan napas terakhir pada Senin 25 November pukul 16.10 WIB dalam kondisi koma.
Wakil Direktur Pelayanan Medik RSUD Ciereng, Syamsu Riza, menjelaskan kondisi korban sejak awal masuk rumah sakit sudah kritis.
“Ini hari keenam, kondisi pasien memang tidak stabil, kritis, dan koma. Secara medis, ini sudah tergolong mati batang otak. Pasien meninggal dunia pada pukul 16.10 WIB,” ungkap Syamsu pada Senin malam.
Syamsu menjelaskan pihak rumah sakit telah berupaya keras untuk menyelamatkan nyawa korban, meski kondisinya terus memburuk sejak hari pertama dirawat.
Berdasarkan diagnosa awal, korban mengalami pendarahan di otak yang diduga akibat benturan.
“Kami mencurigai adanya benturan yang menyebabkan pendarahan di otak, meski sejauh ini belum dapat dipastikan lebih lanjut. Kami belum sempat memeriksa kemungkinan adanya penyakit bawaan karena kondisi pasien tidak stabil sejak awal,” tambahnya.
Syamsu juga menyebut bahwa sejak dibawa ke rumah sakit, korban sudah dalam kondisi koma dan tidak menunjukkan perbaikan sama sekali.
“Saat tiba di IGD, korban sudah tidak sadarkan diri. Selama perawatan, kondisinya terus menurun hingga akhirnya meninggal dunia,” tuturnya.
Ia menegaskan, untuk memastikan penyebab pasti kematian korban, pihak kepolisian telah melakukan autopsi.
Keluarga korban mengungkapkan bahwa ARO sempat mengeluhkan sakit kepala, muntah-muntah, dan nyeri di perut selama beberapa hari sebelum dirawat di rumah sakit.
Menurut Sarti, salah satu kerabat korban, bocah malang itu tak berani menceritakan apa yang sebenarnya terjadi karena ketakutan.
“Dia muntah terus kalau makan, langsung muntah lagi. Perutnya juga sakit, tapi dia enggak cerita apa-apa ke uwaknya karena takut. Setelah diurut, muntahnya sempat berhenti,” ungkap Sarti saat ditemui di kediamannya.
Namun, kondisi ARO terus memburuk. Setelah kembali ke sekolah, korban mengalami kesulitan membuka mata dan bahkan harus merangkak untuk berjalan. Saat itu, keluarga akhirnya membawa korban ke rumah sakit.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, korban diduga menjadi sasaran perundungan oleh kakak kelasnya yang duduk di kelas 4 dan 5 SD. Tiga siswa yang diduga terlibat dalam aksi ini berinisial M, D, dan O.
Pihak keluarga baru mengetahui adanya perundungan setelah kondisi korban memburuk. Diduga, insiden ini menyebabkan luka fisik yang berujung pada kondisi fatal.
Kejadian ini menjadi perhatian serius baik bagi pihak keluarga maupun masyarakat setempat. Polisi saat ini masih menyelidiki kasus tersebut, termasuk melakukan autopsi untuk memastikan penyebab kematian korban.
Jika terbukti adanya kekerasan, pelaku perundungan akan menghadapi konsekuensi hukum yang sesuai.
Kasus ini kembali menjadi pengingat betapa bahayanya tindakan perundungan, terutama terhadap anak-anak.
Tragedi yang dialami ARO diharapkan mendorong semua pihak, termasuk sekolah dan orang tua, untuk lebih serius dalam mencegah tindakan perundungan dan melindungi anak-anak dari kekerasan fisik maupun psikologis.