5 Fakta Mengejutkan Sindikat Judi Online di Jakbar, Sewa Rekening Judol hingga Narkoba

Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk pengelolaan rekening bank untuk transaksi judi serta perekrutan warga yang menyewakan rekeningnya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andrew Tito

Jakarta, VIVA - Polres Jakarta Barat berhasil membongkar sindikat judi online yang dikelola di Perum Cengkareng Indah, Jakarta Barat, dengan mengamankan delapan tersangka yang memiliki peran penting dalam operasional bisnis ilegal tersebut. 

Delapan tersangka itu terdiri atas RS (31), DAP (27), Y (44), RF (28), ME (21), RH (29), AR (22), dan RD (28).

Berikut 5 fakta pengungkapan kasus judi online di Jakbar:

1. Jual-Beli Rekening 

Kapolres Jakarta Barat, Kombes M Syahduddi, mengungkapkan bahwa delapan tersangka yang ditangkap memiliki peran yang berbeda dalam jaringan ini. 

Mereka terlibat dalam berbagai kegiatan, termasuk pengelolaan rekening bank untuk transaksi judi serta perekrutan warga yang menyewakan atau jual-beli rekening.

RS, yang juga merupakan pemilik rumah tempat usaha judi ini beroperasi, menjadi fokus utama dalam penggerebekan yang dilakukan oleh tim kepolisian. Selain RS, polisi juga mengamankan 4 orang lainnya yang yang bertugas merekrut warga untuk menyewakan rekening. 

Mereka adalah Rizky Dermawan (RD), Aldi Rizki Pratama Fadilah (AR), Muhammad Erlangga (ME), dan Robi Harpendi (RH). Keempat tersangka ini bertanggung jawab dalam proses pengumpulan rekening bank yang akan digunakan untuk transaksi judi online. 

Warga yang dipilih untuk menyewakan rekening mereka berasal dari wilayah-wilayah seperti Cengkareng, Tambora, Menteng Atas di Jakarta Selatan, dan sejumlah area di Tangerang. 

Mereka juga memperpanjang kontrak nomor rekening dan melakukan transfer kartu ATM serta buku tabungan atas nama individu yang telah setuju untuk menyewakan rekening mereka.

2. Sindikat Kamboja

Menurut keterangan polisi, ponsel yang telah terinstal aplikasi mobile banking (m-banking) kemudian dikirim ke Kamboja melalui jasa pengiriman DHL. 

"Kami menemukan bahwa ponsel yang dikirim tersebut diterima oleh sejumlah individu di Kamboja, di antaranya Martin, Hengky, Jono, Semar Group, dan beberapa orang lainnya," ujar Kombes Syahduddi.

Penyidik juga mengungkapkan fakta mengejutkan terkait pengiriman ponsel yang sudah diprogram dengan aplikasi m-banking. 

"Ponsel yang sudah terinstal aplikasi mobile banking beserta data terkait pin ATM, kemudian juga password mobile banking dan kartu ATM, satu paket dikirim ke Kamboja," tutur Syaduddi.

Syahduddi menjelaskan untuk penampung barang-barang tersebut di Kamboja adalah warga negara Indonesia (WNI) yang mengelola situs judi online. "Di sana juga ada yang menampung. Mereka WNI yang bekerja di Kamboja sebagai pengelola situs judi online," kata Syahduddi.

3. Transaksi Rp21 Miliar per Hari

Syahduddi menjelaskan untuk penampung barang-barang tersebut di Kamboja adalah warga negara Indonesia (WNI) yang mengelola situs judi online 

"Di sana juga ada yang menampung. Mereka WNI yang bekerja di Kamboja sebagai pengelola situs judi online," kata Syahduddi.

Sebanyak 1.081 lembar resi pengiriman ditemukan oleh tim kepolisian, yang mengindikasikan bahwa setiap resi mengirimkan dua unit ponsel yang masing-masing berisi dua aplikasi m-banking untuk transaksi judi. 

Dengan asumsi setiap resi mengirimkan dua ponsel, dan setiap ponsel terpasang dua aplikasi mobile banking, maka diperkirakan ada sekitar 4.324 rekening bank yang telah berhasil dikumpulkan oleh sindikat ini dalam waktu dua tahun lebih.

Perputaran uang yang terlibat dalam jaringan ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah setiap harinya. “Dalam satu hari, perputaran uang mencapai sekitar Rp21 miliar,” ujar Syahduddi dalam keterangannya, Jumat 8 November 2024.​

4. Beroperasi 2 Tahun 

Sementara itu, dari hasil penyidikan, lanjut Syahduddi, bisnis perjudian online yang dikelola oleh sindikat ini sudah berlangsung lebih dari dua tahun. 

RS mengaku bahwa operasional dimulai pada tahun 2022, dan sejak saat itu hingga penggerebekan dilakukan pada Oktober 2024, bisnis ilegal ini telah beroperasi selama hampir dua setengah tahun. 

 Sindikat jual beli rekening untuk judi dalam jaringan (online) di Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat menampung sebanyak 4.324 rekening selama 30 bulan beroperasi sejak 2022.

Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol M Syahduddi menyebut ribuan rekening tersebut dikirimkan sindikat tersebut ke bandar judi online di Kamboja.

"Selama 2 tahun 6 bulan beroperasi, ditemukan sebanyak 1.081 lembar resi pengiriman, di mana dari pengakuan tersangka tadi bahwa setiap resi itu mengirim dua unit handphone, dan masing-masing handphone berisi dua aplikasi mobile banking," kata Syahduddi dalam penggerebekan sindikat itu di Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat.

Menurut Syahduddi jika masing-masing ponsel berisi dua aplikasi mobile banking, maka terdapat total 4.324 buku rekening bank yang dikumpulkan.

5. Positif Narkoba

Sebanyak enam dari delapan tersangka kasus jual beli rekening untuk judi dalam jaringan (online/judol) di Cengkareng, Jakarta Barat positif mengonsumsi narkoba jenis sabu.

"Mereka adalah RS (31), DAP (27), Y (44), RF (28), ME (21), dan RD (28). Sedangkan dua tersangka lain, RH dan AR, negatif," kata Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol M Syahduddi kepada wartawan usai penggerebekan sindikat jual beli rekening untuk judol di Perumahan Cengkareng Indah Blok AB, Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat.

Ia menyebutkan, enam tersangka itu menunjukkan gelagat yang mencurigakan ketika ditangkap, sehingga kepolisian memutuskan untuk melakukan tes urine. "Penyidik curiga terhadap perilaku para tersangka ini, ada indikasi para pelaku menggunakan narkoba, maka dilakukan serangkaian tes urine," katanya. 

Polisi akan terus menelusuri keberadaan orang-orang yang terlibat dalam bisnis ini serta mencari tahu lebih lanjut tentang jaringan yang beroperasi di luar negeri, terutama di Kamboja.

Para tersangka disangkakan dengan pasal berlapis yakni pasal 80 Undang-Undang nomor 3 tahun 2011 tentang transfer dana dengan sanksi pidana penjara empat tahun dan denda Rp4 miliar.

"Serta kita jerat juga dengan pasal 27 ayat 2 dan pasal 45 ayat 2 Undang-Undang nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 11 tahun 2028 tentang informasi dan transaksi elektronik dengan sanksi pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar," ucap Syahduddi.