6 Polisi Diperiksa Kasus Uang Damai Rp50 Juta Guru Supriyani, Diduga Kapolsek hingga Kanit Reskrim

Guru Honorer Supriyani yang dituding melakukan pemukulan terhadap muridnya. (Foto Istimewa)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Supriadi Maud (Sulawesi Selatan)

Kendari, VIVA – Enam anggota polisi diperiksa divisi Profesi dan Pengamnan atau Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) terkait kasus uang damai Rp50 juta terhadap guru Supriyani. Pemeriksaan itu dilakukan kepada para anggota Polri tersebut lantaran diduga memeras Supriyani agar kasusnya dihentikan.

Kabid Propam Polda Sultra Kombes Moch Sholeh mengatakan pihaknya masih memeriksa enam oknum polisi tersebut. Keenamnya terperiksa lantaran diduga terlibat dalam kasus dugaan pemerasan dengan dalih uang damai senilai Rp50 juta.

"Iya masih terperiksa. Mereka masih proses pendalaman perihal itu (uang damai Rp50 juta)," kata Kombes Moch Sholeh saat dikonfirmasi, pada Selasa malam, 29 Oktober

Namun, ia mengaku belum bisa berbicara lebih jauh perihal hasil pemeriksaan dan identitas enam anggota itu. Dia hanya menyampaikan seluruh personel yang terperiksa merupakan anggota dari Polsek Baito dan anggota Polres Konawe Selatan.

"Belum, nanti kami sampaikan setelah tuntas. Mereka di antaranya dari Polres 3 personel dan dari Polsek 3 personel. Jadi, untuk kasus ini sementara masih pendalaman," ujar dia.

Guru Supriyani saat menjalani pemeriksaan polisi terkait kasus penganiayaan

Photo :
  • Erdika/ tvOne Kendari

Adapun isu perihal intimidasi terhadap saksi, Kombes Sholeh mengaku tak ada bentuk intervensi atau pun sejenisnya. Kata dia, pihaknya, hanya sekedar mintai keterangan dan tidak ada kepetingan lain dalam hal memeriksa para saksi termasuk Kepala Desa (Kades) Wonua Raya, Kecamatan Baito.

"Tidak ada penekanan terhadap saksi yang kita panggil. Kami tidak ada memiliki kepentingan lain di sini," jelas Kombes Sholeh.

Sementara, pengacara guru honorer Supriyani, Andre Darmawan menjelaskan kasus permintaan uang damai yang diduga memeras Supriyani diduga kuat melibatkan Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris.

Menurut dia, Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris diduga sengaja minta Rp50 juta hanya sebagai kedok untuk memeras dengan dalih uang damai. Hal itu diungkapkan setelah Kanit Reskrim Polsek Baito membeberkan alasan permintaan uang damai itu.

"Kanit Reskrim Polsek Baito sempat menjelaskan ke kami kalau itu Rp50 juta untuk Kapolsek, karena untuk menghentikan kasus ini," kata Andre saat ditemui di PN Andoolo, Senin, 28 Oktober 2024

Andre menuturkan pemerasan terhadap Supriyani sudah dilakukan Kapolsek Baito sejak kasus ini ditangani. Kapolsek Baito sebelumnya diduga meminta uang Rp 2juta setelah Supriyani resmi jadi tersangka. 

Saat itu, Supriyani didatangi dan diminta bayar Rp 2 juta. Uang Supriyani saat itu Rp1,5 juta kemudian ditambahkan oleh kepala desa Rp500. Uang itu diserahkan saat dimediasi di rumah kepala desa.

"Uang itu pun diserahkan Bu Supriyani dan disaksikan oleh Pak Desa. Karena saat itu Kapolsek mendatangi rumahnya Pak Desa. Nah uang Bu Supriyani Rp 1,5 juta dan ditambah uangnya Pak Desa Rp 500 ribu," ujar Andre.

Sementara, Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris enggan berkomentar perihal pernyataan Supriyani. Oknum perwira polisi  itu justru menutup diri dan seolah tidak terlibat dalam kasus pemerasan tersebut.

Sebelumnya diberitakan, seorang guru honorer bernama Supriyani di Konawe Selatan, Sultra ditahan polisi dan ditetapkan sebagai tersangka. Sang guru juga jadi sorotan karena diduga dimintai uang damai oleh polisi sebanyak Rp50 juta.

Menurut informasi, orang tua murid yang diduga dipukul oleh Supriyani itu merupakan anak anggota polisi. 

Awalnya, pihak kepala Desa atau pemerintah setempat memediasi kasus tersebut. Namun, pihak orang tua murid bernama Aipda Wibowo Hasyim dan Nurfitriana meminta sang guru Supriyani membayar uang damai dan mundur sebagai guru honorer.

Ketua PGRI Sultra, Abdul Halim Momo menyampaikan pihaknya sudah minta keterangan ke Supriyani. Dalam pengakuannya, Supriyani diminta menjalankan dua permintaan dari orang tua murid agar laporan polisi dicabut. Permintaan pertama, Supriyani mesti membayar Rp50 juta. Lalu, yang kedua diminta mundur jadi guru.

"Pertama Supriyani harus membayar uang Rp 50 juta, kedua dia harus mundur sebagai guru. Ini ada apa? Dia diminta bersurat ke kadis untuk mundur. Padahal dia tidak melakukan apa-apa," kata Halim kepada wartawan, Senin 21 Oktober 2024.

Halim menduga jika kasus ini menjadi kriminalisasi terhadap Supriyani. Sebab, melihat kondisi Supriyani yang sangat miris jika sampai dimintai uang damai Rp50 juta.  Apalagi, kondisi ekonomi Supriyani dan keluarganya terbilang kekurangan.

"Jadi ada unsur kriminalisasi kelihatannya. Karena kasihan juga, dia (Supriyani) hanya honorer, suaminya jualan biasa, kalau dimintai Rp50 juta saya tidak habis pikir," katanya.