Menantu Laporkan Ibu Mertua ke Polisi di Jombang, Begini Kronologinya: Bukan Sekadar Cincin Kawin
- VIVA/Uki Rama
Malang - Hingga kini polemik yang melibatkan menantu dan mertua di Jombang, Jawa Timur tak kunjung selesai. Ditemui sejumlah jurnalis, Diana Suwito (46 tahun) menantu yang melaporkan Yeni Sulistyowati (78 tahun) ibu mertuanya ke polisi, mengungkapkan beberapa fakta menarik.
Diana, selama merawat mendiang suaminya Subroto Adi Wijaya di Surabaya, mengaku kerap mendapat tanggapan miring dari keluarga besar suaminya.
Pengusaha di bidang kesehatan serta kecantikan asal Kota Surabaya itu lalu menceritakan kisah pilu selama menjalani biduk rumah tangga dengan mendiang Suboto Adi Wijaya alias Hwashing yang menikahinya tahun 2016 silam.
"Tepatnya kami menikah tanggal 18 April 2016, dan tercatat pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya. Dengan akta perkawinan nomor : 3578-KW-19042016-0001," ujar Diana, Selasa, 11 Juli 2023.
Usai menikah, semua usaha yang digeluti oleh Diana sejak sebelum menikah diserahkan kepada suami.
"Setelah menikah, semua usaha lalu saya serahkan kepada suami. Termasuk, semua bentuk komunikasi dengan relasi-relasi bisnis," katanya.
Lebih lanjut pihaknya mengatakan, kondisi kesehatan sang suami, yang awalnya terlihat bugar, mulai menunjukkan penurunan kesehatan. Karena ingin mendapatkan perawatan terbaik, Subroto selanjutnya dibawa untuk berobat ke Solo di bawah perawatan Prof. Dr. dr. Terawan.
"Kejanggalan mulai ditemukan ketika dilakukan perawatan di Prof. Dr. dr. Terawan, lalu pasien diberi rujukan untuk dibawa ke RS di Surabaya. Namun, dari pihak keluarga suami, yaitu Soetikno (kakak), justru menghalang-halangi," tuturnya.
Awalnya, ia justru mengira jika sikap tadi lantaran keluarga suami tengah didera kekhawatiran atas kondisi anak bungsunya. Maka usai menyelesaikan administrasi, Diana kembali membulatkan tekad untuk melanjutkan pengobatan ke Graha Amerta RSUD Dr. Soetomo.
"Diagnosa dokter sub-spesialis menyatakan jika kondisi suami mengidap HIV/AIDS stadium akhir (penyakit yang belum ada obatnya hingga saat ini). Jujur saya sangat terguncang, namun kehidupan harus terus berlanjutkan kan," katanya.
"Jujur ketika diagnosa itu, saya memikirkan kenyamanan keluarga besar kedua belah pihak. Termasuk kondisi mental suami, sehingga saya memutuskan untuk menyimpan hasil pemeriksaan," ujarnya.
Ia mengaku niat baik untuk mengobati kesehatan suaminya, justru menimbulkan masalah. Karena semua bentuk tanda tangan dokumen perawatan, hingga kewenangan dalam mengambil keputusan, serta menjaga diambil alih mertuanya.
"Bahkan ketika semua keluarga mertua berkumpul, saya sempat diusir untuk meninggalkan ruangan. Namun komitmen palsu tadi hanya berjalan selama tiga hari, selanjutnya mereka semua melarikan diri," tuturnya.
Diana mengaku, beberapa pekan dihabiskan almarhum, menjalani perawatan di Graha Amerta. Pihak dokter pun menyarankan agar pasien menjalani rawat jalan.
Sepulangnya dari rumah sakit, suami lalu dibawa pulang ke rumah Surabaya. Saat itu, Subroto masih mengenakan alat bantu pernapasan dan selang infus yang selalu terpasang 24 jam.
"Proses rawat jalan kurang lebih 3 pekan, dan saya lakukan di rumah Surabaya. Selain alat bantu pernapasan, selang infus yang selalu terpasang, hingga ragam obat-obatan terus dikonsumsi, menyiapkan tim medis dan tim jaga 24 jam juga telah dilakukan," katanya.
Selain terus memantapkan tekad untuk terus memberikan perawatan medis bagi suami, Diana tidak sedikitpun mempersoalkan dana ratusan juta yang harus dikeluarkannya.
"Prahara baru muncul tanggal 6 November 2022, manakala muncul pertikaian dipicu beredarnya video tudingan penyekapan yang diarahkan kepadanya," ujar Diana.
"Berselang sehari, keluarga besar mertua lalu membawa Hwashing pulang ke Jombang. Bisa dibayangkan derita yang saya alami saat itu, sudah totalitas merawat malah dituduh menyekap," tuturnya.
Tiga hari berselang, di 10 November 2022 ada sejumlah obat yang harus di-collect. Kembali, keluarga mertua datang untuk mengambilnya.
"Ini yang kembali saya tekankan, obat yang harus di-collect seharga ratusan juta rupiah. Apakah ini yang dikategorikan saya tidak pernah membiayai," katanya.
Derita Diana masih terus berlanjut, kabar mengejutkan diterimanya pada tanggal 27 November 2022. Di tanggal tersebut, sang suami menjalani perawatan di Rumah Sakit Islam (RSI) Jombang.
"Kabar ini justru saya terima dari pihak lain, karena keputusan untuk membawa ke RSI Jombang diambil sepihak. Berselang dua hari, saya didampingi kedua orang tua turut menjaga di rumah sakit," ujarnya.
Melihat kondisi suaminya yang kian drastis, sudah sepantasnya ia berniat untuk mengetahui perkembangan dari tim medis. Tapi justru aksi menghindar hingga lontaran kata ‘informasi sudah kami sampaikan langsung kepada pihak keluarga’ yang diterimanya.
"Menjelang pukul 20.00, saya dipanggil oleh kakak ipar dan mertua. Di sini saya justru dimaki-maki dan diolok-olok," tuturnya.
Masih bergelut dengan tudingan serta tuduhan yang terus dilontarkan pihak mertua, Diana menerima kabar mengejutkan di pagi hari, pada 2 Desember 2022. Kondisi sang suami sudah kritis dan koma ketika menjalani perawatan.
"Saat akhirnya suami menghembuskan napas terakhir, dengan saya berada di sampingnya. Dan untuk kesekian kalinya, saya rela membayar biaya rumah sakit yang harus dibayarkan," katanya.
Ditanya lebih jauh perihal masa persemayaman, Diana tidak mempersoalkan berapa jumlah sumbangan yang diterima dari pelayat, dan Diana juga tidak tau menahu tentang total nominal sumbangan yang didapat, termasuk dari siapa saja sumbangan didapatkan.
Ada hal lain yang menyita perhatian serta emosinya sebagai seorang istri sekaligus wanita, yakni tudingan jika ia telah membunuh almarhum, melakukan penyekapan, hingga tidak pernah memberi makan.
"Usai pemakaman, saya masih dituduh dengan berbagai macam bentuk fitnah. Lebih menyakitkan lagi hal itu dilakukan di hadapan banyak orang dan di tempat umum," ujarnya.
Fakta baru terungkap di belakang hari, kenapa saat itu pihak RSI Jombang tidak memberikan rekam medis sang suami. Sebabnya tak lain tersandera surat pernyataan dari Soetikno, sang kakak ipar yang melarang membagikan data apapun kepada siapapun.
"Jadi sejak awal ternyata saya hanya dianggap orang lain. Bahkan di bongpai atau batu nisan makam, nama saya tidak dicantumkan," tuturnya.
Ini jelas-jelas menyalahi adat di komunitas Tionghoa, sebab dalam adat tionghoa yang ada selama ini nama almarhum ditorehkan dengan tinta emas sementara pasangan dituliskan dengan tinta warna merah apabila masih hidup.
Tidak ingin terus-terusan larut dalam kondisi hujatan serta tudingan yang kini telah menjadi konsumsi publik. Diana berniat melanjutkan hidup dengan kembali meng-handle bisnis yang sempat ditangani oleh almarhum suami.
"Untuk keperluan ini, saya butuh KTP dan Handphone, tapi seperti yang dapat ditebak, kembali dipersulit oleh keluarga mereka," tuturnya.
Lantaran tak kuasa lagi terus-terusan dihujat, akhirnya ia memutuskan untuk membawa persoalan ke ranah hukum. Dengan melaporkan Soetikno, atas dugaan pencurian serta penggelapan ke Polres Jombang.
Termasuk, penguasaan tiga buah cincin, KTP, serta handphone suami oleh Yeni Sulistiyowati (78), sang mertua. "Untuk laporan rekening suami ke Polres Jombang, sementara cincin, hape, serta KTP ke Polsek Jombang," ujar Diana.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Jombang, AKP Aldo Febrianto membenarkan adanya laporan dari Diana. Bahkan pihaknya sudah melakukan serangkaian pemeriksaan. Baik itu dari terlapor, maupun terlapor di unit Pidana Umum (Pidum).
"Sudah tahap penyelidikan, dan pekan depan kami agendakan gelar perkara. Upaya hukum ini dilakukan untuk mengetahui peristiwa pidana atas laporan tersebut," kata Aldo.
Hal senada juga diungkapkan Kapolsek Jombang, AKP Soesilo. Menurut Soesilo pihaknya telah memanggil terlapor dan pelapor untuk dimintai keterangan.
"Hingga kini, kasus ini masih dalam proses penyelidikan. Sudah dilakukan pemanggilan, sempat dimediasi juga," tuturnya.