Korban Pelecehan Dokter Sperma di Semarang Alami Trauma Berat

Ilustrasi pelecehan seksual.
Sumber :
  • Unsplash

VIVA – Aksi bejat oknum dokter di Semarang, Jawa Tengah yang diduga mencampurkan sperma ke makanan istri rekan sejawatnya jadi sororan. Korban disebut mengalami trauma berat imbas perbuatan cabul pelaku.

Legal Resource Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC KJHAM) menyampaikan korban DW saat ini trauma akibat kelakuan dokter berinisial DP. Korban kini didampingi LRC KJHAM dalam perkara ini.

Pengurus LRC KJHAM, Nia Lishayati menyebut pelaku melakukan tindakan bejat itu sejak Oktober 2020. 
 
"Korban curiga dengan tudung saji makanan milik korban yang selalu berubah posisi dan makanan berubah bentuk. Karena penasaran, korban berinisiatif untuk merekam kejadian di sekitar ruangan tersebut," kata Nia, dalam keterangannya yang dikutip pada Senin, 13 September 2021.

Dia menjelaskan dalam video hasil rekaman terlihat saat DW sedang mandi, pelaku mendekati ventilasi jendela kamar mandi korban. Pun, saat itu pelaku melakukan onani lalu mencampurkan spermanya ke makanan korban yang berada di meja makan.

Baca Juga: Bejat, Dokter Ini Terekam Campurkan Sperma ke Makanan Usai Onani

Nia menyebut imbas dari tindakan tersebut, korban kini mengalami trauma berat seperti gangguan makan, gangguan tidur dan emosinya juga terganggu. 

"Sejak bulan Desember 2020 sampai hari ini korban harus minum obat anti depresan yang diresepkan psikiatri. Korban juga harus melakukan pemeriksaan dan mengkonsumsi obat antidepresan selama minimal beberapa bulan ke depan," jelas Nia.

Tak hanya itu, korban juga berisiko mengalami masalah kesehatan lantaran mengkonsumsi sperma pelaku. Dalam kesehatan, sperma tidak seharusnya dikonsumsi karena berpotensi mengandung bakteri ataupun virus.  "Virus yang suatu saat nanti bisa menjadi penyakit atau menjadi pencetus suatu penyakit," sebut Nia.

Kemudian, ia menambahkan pelaku dengan aksinya dianggap sudah melakukan kekerasan terhadap perempuan. Hal ini merujuk rekomendasi umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 19 tentang kekerasan terhadap perempuan.

"Rekomendasi itu menyebutkan, setiap perbuatan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis," jelasnya.

Dia menyebut pelaku juga melanggar pasal 281 KUHPidana, yang menyatakan, barangsiapa sengaja merusak kesopanan di muka umum. Ia bilang pelaku DP juga melanggar sumpah dokter.

"Kasus tersebut sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah. Saat ini berkas kasus sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah. Namun berkas 2 kali dikembalikan oleh Jaksa dan jaksa meminta pelaku diperiksakan kejiwaannya," tutur Nia.

Nia melanjutkan korban DW juga sudah mendapatkan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Bantuan LPSK berupa layanan pemenuhan hak prosedural, bantuan medis, hingga rehabilitasi psikologis. 

"Berdasarkan hal tersebut korban dan pendamping menuntut agar Polda Jawa Tengah harus segera mempercepat proses penanganan kasus yang berkeadilan gender," katanya.

Laporan: Teguh Sutrisno-tvOne