2 Tahun Kasus Nur Mahmudi Jalan di Tempat Walau Sudah Tersangka
- VIVA/Zahrul Darmawan
VIVA – Kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail hingga kini belum juga dilanjutkan penyidikannya. Padahal elite senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi sejak 2018 silam.
Meski demikian, Nur Mahmudi tidak menjalani proses penahanan. Salah satu faktornya adalah berkas atas perkara yang tak kunjung rampung. Kejaksaan Negeri Depok telah berulang kali mengembalikan berkas penyidikan ke polisi lantaran dianggap belum memenuhi kelengkapan.
“Sampai sekarang posisinya masih P-19 (pengembalian berkas perkara untuk dilengkapi). Materi P-19-nya balik lagi yakni formil materiil karena itu menuntut pembuktian kita terhadap unsur-unsur pasal-pasal yang disangkakan di persidangan,” kata Juru Bicara Kejaksaan Negeri Depok, Herlangga Wisnu Murdianto di Depok, Jawa Barat, Rabu, 22 Juli 2020.
Baca juga: Terungkap, Ini yang Buat Kasus Nur Mahmudi Mandek
Sampai saat ini, petunjuk untuk melengkapi berkas tersebut belum juga diserahkan oleh penyidik Polres Metro Depok. “Normalnya sih dua minggu sudah dikembalikan. Kita sudah bersurat, jawabannya masih proses. Kita kan enggak bisa nge-push mereka (penyidik), itu tanggung jawab mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Herlangga mengungkapkan, penanganan kasus tindak pidana korupsi harus menjalani rangkaian yang sangat detail dan matang agar tidak ada kesalahan saat proses di pengadilan.
“Korupsi yang bukan OTT (operasi tangkap tangan) pasti enggak akan ditahan dulu tuh karena nanti kita bisa kelimpungan, tahanan habis kita belum bisa membuktikan, tahanan kan dirampas kemerdekaannya. Kita bisa digugat nanti. Makanya harus hati-hati kalau korupsi tuh,” ujarnya.
Seperti diketahui Nur Mahmudi dan mantan Sekda Depok, Harry Prihanto telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik atas kasus dugaan korupsi terkait dengan pelebaran Jalan Nangka, Kecamatan Tapos pada tahun anggaran 2015.
Adapun kerugian negara disebut-sebut mencapai Rp10,7 miliar. Dana itu disinyalir berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau APBD. Tak hanya itu, keduanya diduga menerima aliran dana tanpa persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Depok.
Baca juga: Anggota DPRD yang Aniaya 2 Polisi di Klub Malam Ditahan