Polda Kepri Bongkar Penimbunan Ribuan Masker Tak Berizin
- istimewa
VIVA – Direktorat Kriminal Khusus Polda Kepulauan Riau (Kepri) kembali mengungkap penimbunan ribuan masker. Kali ini, sebuah perusahaan bernama PT SJL diduga melakukan penimbunan dan mengedarkan masker tanpa izin dari Kementerian Kesehatan.
Kabid Humas Polda Kepri, Komisaris Besar Polisi Harry Goldenhardt mengatakan, usai melakukan pengungkapan penimbunan ribuan masker dan hand sanitizer di sebuah gudang PT ESM, jajaran Polda Kepri bersama Disperindag Kota Batam dan instansi lainnya melakukan pengecekan di beberapa Apotek. Dari hasil pengecekan, tidak ditemukan stok atau persediaan masker selama hampir satu bulan.
"Menindaklanjuti Intruksi Bapak Presiden dan perintah dari Bapak Kapolri, maka pada hari ini kami bersama memantau secara langsung ketersediaan masker dan alat kesehatan lainnya, di Apotek ini tidak ditemukan stok ataupun ketersediaan masker selama hampir satu bulan, diduga dari distributor ada penimbunan," kata Harry kepada VIVAnews, Kamis, 5 Maret 2020.
Selanjutnya, jajaran Polda Kepri yang dipimpin Direktur Reserse Kriminal Khusus, Komisaris Besar Hanny Hidayat melakukan pengecekan sebuah PT bernama SJL di kawasan Orchid Busines Centre, Kota Batam.
Dari pengecekan tersebut, ditemukan sebanyak 6.130 kotak masker kesehatan tanpa standar dari kementerian kesehatan dan tanpa izin edar.
"Dari tim teknis Ditreskrimsus Polda Kepri yang dipimpin oleh Kombes Pol Hanny Hidayat menemukan adanya dugaan tindak pidana mengedarkan tanpa izin alat kesehatan jenis masker yang tidak memenuhi standar kesehatan dari kementerian kesehatan, di gudang PT. SJL ini ditemukan 6.130 kotak masker," ujarnya.
Adapun keseluruhan masker yang ditemukan berasal dari negara China. Sampai dengan hari ini, tim Ditreskrimsus Polda Kepri masih melakukan pemeriksaan dan pendalaman kepada Inisial A sebagai Direktur PT. SJL.
Jika terbukti melakukan tindak pidana, maka Direktur PT SJL berinisial A bisa dijerat dengan Pasal 196 UU RI undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp1,5 miliar. (hty)