Saksi Ungkap Kejadian Mengerikan di Kasus Polisi Tembak Mati Polisi
- VIVAnews/Zahrul Darmawan
VIVA – Brigadir Rangga Tianto, oknum polisi terdakwa kasus penembakan yang menewaskan sesama anggota Polri, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat, Selasa, 26 November 2019. Agenda kali ini ialah mendengar keterangan saksi.
Sidang dipimpin hakim Yuanne Marieetta, dengan hakim anggota Darmo Wibowo Mohamad dan Ramon Wahyudi. Dalam agenda sidang menghadirkan anggota Polsek Cimanggis, Aiptu Sarwoko, sebagai salah satu saksi untuk memberikan keterangan. Namun, pada majelis hakim, Sarwoko mengaku tidak melihat secara persis kejadian tersebut.
"Saya dengar letusan dari pos jaga lalu saya lari ke dalam. Dari pos depan, kencang suaranya sampai terdengar. Jaraknya sekitar 15 meter. Saya cuma sampai di depan pintu SPK (Sentra pelayanan Kepolisian), saya cuma lihat Pak Rangga lagi dibawa keluar," katanya di hadapan hakim.
Bagaimana peristiwa itu terjadi, saksi pun kembali mengaku tidak tahu. "Pokoknya pas dor dor saya langsung lari."
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa berharap, JPU dapat menghadirkan saksi ahli yakni saksi ahli senjata. Hal tersebut dikatakan Farhan selaku ketua tim kuasa hukum terdakwa lantaran pihaknya menilai keterangan saksi ahli senjata dapat menjelaskan secara detail terkait jenis senjata yang dimiliki terdakwa.
"Kami ingin mengetahui apakah senjata yang digunakan terdakwa itu jenis otomatis atau semi otomatis atau lainnya," kata Farhan ketua tim pengacara Rangga.
Ia menilai itu penting untuk meluruskan keterangan Berita Acara Pidana (BAP) dengan keterangan saksi ahli sebelumnya. Di mana dalam BAP, Rangga disangkakan menembakkan peluru dari senjata yang baru dua bulan dipegangnya itu sebanyak 7 tembakan.
Sedangkan keterangan Adi Bowo, saksi pada sidang sebelumnya, mengatakan hanya mendengar tembakan empat sampai lima kali tembakan.
Rangga sendiri mengaku dirinya sadar hanya satu kali menembak dan baru kembali tersadar setelah sang paman merangkulnya untuk menurunkan senjata pasca penembakan. Sementara dari uji balistik, terdapat tujuh selongsong peluru yang keluar dari senjata terdakwa.
"Kami sudah merasa cukup dengan saksi-saksi yang kami hadirkan, jadi kami merasa tidak perlu (hadirkan saksi ahli)," timpal Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rozi Juliantono.
Mendapat pernyataan tersebut, Ketua Majelis Hakim, Yuanne berbalik menanyakan kepada kuasa hukum terdakwa. "Kalau tim kuasa hukum mau hadirkan saksi ahli untuk meringankan, silakan, kata Yuanne.
Terkait hal itu, Farhan Hazairin mengatakan, pihaknya juga berharap bisa menghadirkan saksi ahli ahli psikologi dan ahli senjata.
"Karena dari awal fakta-fakta bahwa senpi (senjata api) ini masih belum jelas, apakah betul-betul dalam kategori otomatis atau semi otomatis, misalnya dalam tembakan sekali bisa keluar berkali-kali dalam satu kali kokangan," ujarnya.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, sidang pun diagendakan bakal dilanjutkan pada Rabu, 4 Desember 2019. "Sidang kali ini pemeriksaan saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Minggu depan saksi yang meringankan terdakwa dari terdakwa," kata Humas Pengadilan Negeri Depok, Nanang Herjunanto, Selasa, 26 November 2019.
Diketahui, peristiwa penembakan yang menewaskan Bripka Rahmat Efendy terjadi di ruangan SPKT Polsek Cimanggis, Depok, pada Kamis, 25 Juli 2019.
Kejadian bermula ketika Rahmat mengamankan seorang terduga pelaku tawuran berinisial FZ ke Polsek Cimanggis sekitar pukul 20:30 WIB. Kala itu, korban turut menyita barang bukti berupa celurit.
Kemudian selang beberapa jam, orang tua FZ bernama Zulkarnaen datang ke Polsek Cimanggis bersama Brigadir Rangga. Mereka meminta remaja itu dibebaskan. Namun rupanya permintaan itu ditolak oleh Bripka Rahmat.
Rangga yang merasa tersinggung dengan ucapan itu emosi dan langsung mengeluarkan senjata api jenis HS 9. Tanpa banyak basa-basi, Rangga kemudian menembaki Rahmat sebanyak tujuh kali di bagian dada, leher, paha dan perut hingga akhirnya korban tewas di tempat.
Sejumlah polisi yang ada di lokasi kejadian akhirnya berhasil mengamankan Rangga yang terpaku sesaat setelah peristiwa mengerikan itu terjadi. Kasusnya kini dalam ranah pengadilan.