Dokter dan Sastrawan Diduga Terlibat Kasus Dosen Nonaktif IPB

Polisi ungkap bahan bom rakitan yang akan diledakkan dalam aksi unjuk rasa di Jakarta.
Sumber :
  • Foe Peace

VIVA – Polisi telah menangkap 22 orang dalam kasus bom molotov yang diduga melibatkan dosen nonaktif IPB, Abdul Basith. Dari jumlah yang ditangkap itu, dua di antaranya perempuan.

"HW dan EF," kata Kasubdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Dwiasi Wiyatputera saat dikonfirmasi wartawan, Jumat, 18 Oktober 2019.

Sejumlah 14 pelaku terkait kasus pelemparan bom molotov saat demo berujung ricuh di kawasan Gedung DPR/MPR RI pada 24 September 2019 lalu. Sementara sisanya kasus bom rakitan yang hendak diledakkan pada aksi Mujahid 212, dengan tujuan menggagalkan pelantikan Joko Widodo.

Dua wanita ini terkait kasus bom molotov. HW adalah seorang sastrawan dan EF seorang dokter. HW berperan menyediakan tempat untuk membuat bom molotov dan membantu menyediakan bahan-bahan membuat bom molotov. Sementara EF berperan salah satu pendana pembuatan bom molotov.

Para tersangka dijerat Pasal 187 bis Pasal 212 KUHP, Pasal 214 KUHP, dan Pasal 218 KUHP dengan ancaman hukuman minimal 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.

Sebelumnya, polisi telah menetapkan Abdul Basith sebagai tersangka karena diduga merencanakan demo rusuh dengan menyiapkan bahan-bahan peledak. Dia ditangkap di Tangerang bersama sejumlah orang oleh tim Polda Metro Jaya dan Densus 88 sekitar Sabtu dini hari, 28 September 2019.

Polisi menjerat mereka dengan sejumlah pasal. Salah satunya Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 atas tindak pidana membuat, menguasai, membawa, menyimpan, mengangkut, menyerahkan dan atau berusaha menyerahkan bahan peledak.

Polisi mengungkapkan, Abdul bersama kelompoknya juga merencanakan aksi teror dengan bom rakitan saat Aksi Mujahid 212.

Pada 24 September malam setelah aksi unjuk rasa, para pelaku kembali menggelar pertemuan di rumah tersangka SO di kawasan Tangerang. Pertemuan dihadiri tersangka SO, SN, DMR, JA, dan AK. Di sana dilakukan pembuatan bom rakitan, hingga penetapan eksekutor peledakan.

"Dievaluasi ternyata kurang maksimal kegiatan (peledakan) untuk mendompleng membuat kerusuhan tanggal 24 September," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono, di Mapolda Metro Jaya, Jumat 18 Oktober 2019.