Predator Seks Paling Manipulatif dengan 137 Kasus Ditahan

Matthew Falder
Sumber :
  • National Crime Agency via REUTERS

VIVA.co.id – Pria lulusan Universitas Cambridge yang bergelar doktor bernama Matthew Falder (28) ditangkap dan ditahan penegak hukum setelah diketahui terlibat 137 kasus mulai dari kekerasan seksual, pelecehan hingga pemerasan yang biasa dilakukannya secara online atau daring.

Dia dinyatakan bersalah atas lebih dari 100 kasus yang memaksa korbannya mengirimkan gambar-gambar dan video dengan konten pornografi yang melibatkan si korban. Falder menggunakan nama '666 Devil' dan 'evilmind' di online pada saat dia setidaknya memperdaya hingga 50 orang.

Pria tersebut juga mengakui melakukan eksploitasi seksual terhadap anak, menyebarkan konten kekerasan dan seksual hingga memprovokasi tindakan pemerkosaan terhadap anak usia 4 tahun.

Pelaku yang merupakan geofisikawan diketahui memposisikan dirinya sebagai figur wanita di jaringan online. Dia sengaja mengirimi foto-foto telanjang para korban yang dia dapatkan untuk memeras korbannya dengan melakukan hal yang dimintanya. Jika tidak dituruti, foto-foto memalukan mereka diancam akan disebarkan. Dia juga mendorong korban mengirimkan foto-foto kekerasan terhadap anak yang diminta dilakukan langsung oleh korban.

Falder ditangkap pada bulan Juni 2017 dan ditahan sejak saat itu sebagaimana dilansir Metro.

Badan Nasional Kejahatan menilai bahwa kasus ini adalah kasus yang paling mengerikan yang pernah mereka selidiki. Penyelidik senior, Matt Sutton mengatakan bahwa dia baru pertama kali menangani kasus berat dan kompleks seperti itu selama bertugas.

Sementara Ruona Iguyovwe dari Divisi Kejahatan Terorganisir Kejaksaan mengatakan bahwa predator tersebut sangat lihai memanfaatkan kemampuannya.

"Matthew Falder sangat manipulatif yang bisa menggunakan kemampuannya dalam bidang komputer dan internet untuk mendorong atau memaksa korban-korbannya melakukan hal yang buruk dan diperas terus-menerus," kata Iguyovwe. 

Falder disebutkan akan divonis pada Desember 2017 di Pengadilan Birmingham, Inggris.