Sisi Kelam Grup Koor Katolik, 547 Anggota Korban Kekerasan
- REUTERS/Clodagh Kilcoyne
VIVA.co.id – Laporan terbaru mengungkap sisi kelam grup paduan suara atau koor anak lelaki di Gereja Katolik Roma di Jerman bernama Regensburger Domspatzen. Menurut laporan tersebut, sedikitnya 547 anak pernah menjadi korban kekerasan fisik dan sebagian lagi mengalami pelecehan secara seksual pada periode 60 tahun terakhir. Skandal ini dianggap salah satu yang terberat dan selama ini sengaja ditutupi.
Dikutip dari laman BBC, pengacara yang menyelidiki kasus ini, Ulrich Weber mengatakan, hal tersebut dialami peserta paduan suara baik mereka yang sempat menempuh pendidikan di preschool milik Regensburger Domspatzen dan SMA Regensburger Domspatzen. Diketahui bahwa anak-anak tersebut memang tinggal di asrama.
Para korban yang mengaku menceritakan pengalaman mereka selama berada di lembaga pendidikan Katolik itu adalah mimpi buruk dan menyebabkan trauma.
Kejadian itu disebutkan sudah berlangsung sejak kepemimpinan Georg Ratzinger yang merupakan kakak kandung dari mantan Paus Roma Katolik Benedict XVI. Meski Ratzinger bukan pelaku, tokoh tersebut dianggap gagal melindungi anak-anak lelaki yang tergabung dengan paduan suara dari para predator di lembaga pendidikannya.
"Dia juga bisa dituntut karena tak mampu mencegah dan membongkar kejahatan," kata Pengacara Weber.
Weber mengatakan sebenarnya diperkirakan ada sekitar 700 korban. Namun tak semua korban mau mengakuinya. Sementara yang terbuka atas pelecehan seksual ada 9 kasus.
Kasus-kasus ini pernah diangkat pada tahun 2010 silam. Pada saat itu diketahui bahwa Gereja Katolik menawarkan ganti rugi kepada korban dan keluarganya yaitu sekitar €5,000 hingga €20,000 per orang.
Sementara pengacara Weber mengatakan, jumlah kekerasan fisik atau seksual banyak terjadi di lembaga pendidikan karena sejak lama para pelaku tak mendapatkan ganjaran. Bahkan dia mengatakan, tak mudah menggiring pelaku ke proses hukum pada masa kini karena sebagian besar dilakukan pada waktu yang sudah lampau.
Badan PBB juga sebelumnya pernah menuding bahwa Gereja Katolik cenderung abai dengan kekerasan yang terjadi secara sistemik di sejumlah lembaga pendidikannya.