Pemerintah Kota Illigan Tutup Kotanya dari Pengungsi Marawi

Militer Filipina berjaga-jaga di kota Marawi pasca penyerangan oleh kelompok teror ISIS.
Sumber :
  • Reuters/Erick de Castro

VIVA.co.id – Kota Illigan yang bersebelahan dengan Kota Marawi di Kepulauan Mindanao, Filipina, memutuskan menutup (lock down) kota mereka. Pemerintah Illigan khawatir kelompok ISIS akan meluaskan penguasaan mereka di sebelah selatan Filipina.

Selama enam hari terakhir, militer Filipina terus berperang melawan kelompok militan dari kelompok Maute. Saat perang meletus, ribuan warga Marawi segera memilih mengungsi. Salah satu kota tujuan adalah Illigan, yang jaraknya hanya sekitar 38 km dari Marawi.

Seiring menderasnya pengungsi dari Marawi memasuki kotanya, pemerintah Illigan khawatir akan ditunggangi oleh kelompok Maute dan bisa saja melakukan serangan.

"Kami tak ingin apa yang terjadi di Marawi juga terjadi di Illigan," ujar Kolonel Alex Aduca, Kepala Mekanik Batalion Infantri 4. "Kami ingin memastikan orang-orang di sini, untuk mencegah ada teroris yang menyusup dan melakukan aksinya," ujarnya kepada radio DZMM, seperti dikutip Reuters, 29 Mei 2017. Ia mengatakan telah menangkap beberapa pemberontak yang mencoba masuk ke Illigan. Namun tak memberikan penjelasan detail.

Pemerintah Filipina terus menerjunkan militer untuk bisa kembali menguasai Marawi. Saksi mata mengatakan, mereka melihat sejumlah militan yang mengibarkan bendera ISIS dan mengenakan baju dan ikat kepala berwarna hitam yang menjadi ciri khas kelompok militan tersebut.

Puluhan ribu warga sipil diperkirakan masih terjebak di Marawi. Seorang politisi yang juga membantu proses evakuasi warga Marawi, Zia Alonto Adiong, mengatakan, sejumlah jasad ditemukan di beberapa jalanan di Marawi. Warga kota berharap pemerintah Filipina menghentikan serangan udara dan mengevakuasi mereka.

"Antisipasi kematian lebih buruk dari kematian itu sendiri," ujarnya dalam sebuah wawancara televisi. "Kami berharap militer bisa melakukan cara yang berbeda," ujarnya.

Sejumlah aktivis dan pengacara mengatakan penetapan darurat militer di seluruh Kepulauan Mindanao adalah reaksi berlebihan pemerintah yang bisa meningkatkan terjadinya kekerasan, dan pelanggaran HAM. Namun juru bicara Presiden Duterte, Ernesto Abella, membela diri dengan mengatakan, darurat militer sangat penting dan sesuai konstitusi.

"Mereka sudah mengibarkan bendera ISIS di beberapa wilayah, dengan demikian secara terbuka berusaha mengesampingkan kesetiaan pada negara Filipina,” ujar Abella. "Ini merupakan kejahatan pemberontakan pada negara ini," ujarnya menambahkan. (one)