Inggris Mulai 'Cerai Baik-baik' dari Uni Eropa

Perdana Menteri Inggris, Theresa May, saat berbicara di depan anggota Parlemen.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Perdana Menteri Inggris, Theresa May, secara resmi memulai langkah-langkah negaranya untuk berpisah dari Uni Eropa. Ia mengatakan, tak ada lagi jalan untuk kembali.

Melalui sebuah surat pemberitahuan yang ditulis tangan, sebuah langkah signifikan diambil oleh PM Theresa May. Ia memberitahu Presiden Uni Eropa, Donald Tusk, bahwa Inggris akan keluar dari unifikasi tempatnya bergabung sejak tahun 1973. Langkah ini disebut sebagai langkah besar yang pernah diambil oleh pemimpin Inggris sejak masa Perang Dunia II.

"Inggris akan segera meninggalkan Uni Eropa," ujar May kepada parlemen, seperti dikutip dari BBC, 29 Maret 2017. Pemberitahuan itu disampaikan May, sembilan bulan setelah hasil referendum yang mengejutkan investor dan seluruh pemimpin dunia. "Ini akan menjadi momen bersejarah dan mungkin tak akan kembali lagi," ujarnya menambahkan.

May akan memulai negosiasi mengenai syarat-syarat perpisahan sebelum akhirnya resmi berpisah pada Maret  2019. Hasil negosiasi itu akan memperjelas masa depan Inggris yang memiliki kekayaan ekonomi sebanyak 2,6 triliun dolar AS. Kekayaan sebanyak itu membuat Inggris berada di peringkat kelima negara terkaya di dunia, dan peringkat kedua pusat keuangan dunia.

Sementara bagi Uni Eropa, keluarnya Inggris adalah pukulan terbesar setelah selama 60 tahun terus berusaha menjaga persatuan Uni Eropa, terutama setelah melalui dua masa Perang Dunia. Para pemimpin Uni Eropa mengatakan tak ingin menghukum Inggris. Tapi meluasnya kelompok nasionalis, kelompok partai anti-Uni Eropa yang saat ini meluas di seluruh Eropa, mereka mengaku tak bisa bermurah hati lagi pada London, karena bisa memicu negara lain untuk melakukan hal yang sama dengan Inggris.

Perdana Menteri Inggris Theresa May, 60 tahun, saat ini berada dalam posisi tak nyaman. Ia harus melakukan pembicaraan serius dengan pemimpin Uni Eropa mengenai perdagangan, finansial, keamanan, dan isu-isu kompleks lainnya demi masa depan negaranya. Disisi lain, ia juga harus menghadapi pembicaraan soal referendum ulang untuk Skotlandia. (ren)