Amnesty Internasional Minta Polri Tak Gunakan Pasal Penodaan
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Amnesty International (AI) mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tak lagi memakai ketentuan hukum yang tertera dalam Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) untuk menjerat seorang Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga melakukan tindakan pidana.
Pasal yang juga dikenal dengan pasal 'penodaan agama' itu saat ini diketahui sedang menjerat Gubernur DKI (non-aktif) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas pernyataannya yang terkait ayat 51 surat Al Maidah, surat dalam kitab suci umat Islam, Al Quran.
Menurut Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia, Usman Hamid, pemakaian pasal yang keberadaannya ditetapkan oleh sebuah Penetapan Presiden (PNPS) pada tahun 1965, pada kenyataannya akan membatasi kebebasan berpendapat di Indonesia. WNI menjadi tak bebas berekspresi, termasuk mengekspresikan keyakinannya, karena takut dijerat pasal yang mengatur hukuman penjara selama-lamanya lima tahun tersebut.
"Meminta kepada Kepolisian Indonesia, untuk mencabut dengan dugaan undang-undang (pasal) penodaan agama terhadap siapapun. Terhadap Ahok, atau pun Buni Yani, terhadap siapa saja," ujar Usman saat mendampingi Sekretaris Jenderal AI Salil Shetty menemui Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin di Kementerian Agama, Jakarta, Rabu, 22 Maret 2017.
Usman sekaligus meminta masyarakat Indonesia tidak memandang desakan Amnesty Internasional sebagai bentuk pembelaan politik terhadap Ahok. Usman mengatakan, AI merupakan LSM internasional beranggotakan tujuh juta orang yang menaruh perhatian kepada masalah penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Desakan AI adalah semata-mata ditujukan untuk membuat penegakan HAM di Indonesia menjadi tidak cedera akibat adanya aturan yang membatasi kebebasan berekspresi.
"Negara punya kewajiban untuk memastikan perlindungan (terhadap penegakan HAM) terjaga," ujar Usman.