Urgensi Kerja Sama Regional Lawan Illegal Fisihing
- www.wired.com/Oceana/SkyTruth
VIVA.co.id – Pakar Keamanan Maritim dari Jepang, Makoto Seta, menyoroti pentingnya kerja sama regional dalam memberantas illegal fishing. Konsep keamanan maritim Illegal Unreported and Unregulated Fishing, atau IUU Fishing kerap menjadi kontroversi ketika diterapkan.
"Terutama di wilayah Asia-Pasifik, karena pentingnya industri perikanan. Kadang, IUU Fishing menjadi isu yang saling bertentangan," katanya Makoto, saat membahas mengenai tindak kriminal IUU Fishing di kawasan Asia, di JS Luwansa Hotel, Jakarta Selatan, Senin 13 Maret 2017.
Menurutnya, Jepang dan Indonesia memiliki wilayah maritim yang luas. Indonesia memiliki wilayah maritim terbesar ketiga dan Jepang memiliki keenam di dunia. Karena luasnya zona maritim, dua negara ini kerap menderita illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal asing.
"Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya kerja sama regional untuk memerangi IUU Fishing. Terutama, kerja sama antarnegara untuk urusan pantai, kewarganegaraan nelayan, dan pentingnya bendera kebangsaan," katanya.
Makoto mengungkapkan, masih ada dua hambatan untuk mewujudkan kerja sama itu di kawasan Asia, seperti misal masih banyak perselisihan di perbatasan maritim dan negara tidak mempercayai hukum internasional. Pertama, dibandingkan dengan daerah lain, jumlah batas maritim yang sukses di Asia cukup sedikit. Sengketa batas maritim membuat penegakan hukum atas IUU fishing sulit dipecahkan.
"Selanjutnya, ketika menjamah soal sengketa teritorial pulau, masalah batas maritim menjadi jauh lebih rumit. Akibatnya, sering terjadi klaim maritim dan wilayah dari dua negara atau lebih yang tumpang tindih. Nelayan dari negara tersebut pun melakukan penangkapan ikan secara membabi buta di wilayah yang disengketakan," ujar akademisi dari Universitas Yokohama Jepang itu.
"Dalam konteks ini, negara perairan (Coastal States) cenderung menegakkan hukum mereka sendiri tidak hanya untuk illegal fishing, tetapi juga untuk menunjukkan kontrol mereka atas pulau-pulau tersebut dan daerah maritim sekitarnya.”
Namun, mengingat fakta bahwa UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) mewajibkan Coastal States untuk tidak menghambat dan membahayakan pencapaian kesepakatan akhir batas maritim, negara tersebut harus menahan diri dari penggunaan wewenang polisi maritim di wilayah yang disengketakan. (asp)