Anak Kim Jong-nam Muncul di Youtube
- YLE
VIVA.co.id – Di tengah memanasnya konflik diplomatik antara Malaysia dan Korea Utara, muncul sebuah video di mana seorang pria mengaku sebagai Kim Han-sol, putra pria Korea Utara yang dibunuh di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Kim Jong-nam.
Video yang diunggah di halaman Youtube dari sebuah kelompok yang disebut Cheollima Civil Defense (Pertahanan Sipil Cheollima), pada Selasa kemarin, 7 Maret 2017.
"Nama saya Kim Han-sol dari Korea Utara. Saya adalah keluarga dari Kim (Jong-nam)," kata pria itu dalam video, seperti dikutip situs Channel News Asia, Rabu 8 Maret 2017.
"Ayah saya telah tewas beberapa minggu lalu. Saat ini, saya tinggal bersama ibu dan kakak perempuan. Saya ingin berterima kasih kepada .. (sensor).. Dan, kami berharap, situasi ini akan segera berakhir," katanya.
Dalam video berdurasi 40 detik ini, pria tersebut menunjukkan paspornya sebagai bukti identitas, tetapi lagi-lagi di sensor dengan alasan keamanan.
Channel News Asia, kemudian mengonfirmasi kepada Do Hee Youn, seorang aktivis dari Koalisi Warga untuk Hak Asasi Manusia Korban Penculikan dan Pengungsi Korea Utara. Ia memastikan, kalau pria yang ada di video itu Han-sol.
Video ini di-posting di situs kelompok yang mengaku melindungi keselamatan keluarga Kim Jong-nam. Melalui sebuah pernyataan resmi, Cheollima Civil Defense mengaku menerima permintaan perlindungan darurat dari keluarga Jong-nam.
"Kami segera bertemu ketiga anggota keluarga itu dan merelokasi mereka ke tempat aman," bunyi pernyataan yang tertera dalam situs kelompok tersebut.
"Di masa lalu, kami juga melayani kebutuhan mendesak pihak lain yang membutuhkan perlindungan. Ini adalah pernyataan pertama dan terakhir kami mengenai permasalahan ini, dan keberadaan mereka tidak akan dibahas lagi," bunyi pernyataan itu menambahkan. (asp)
Sumber: KHS Video/Cheollima Civil Defense.
Selain itu, kelompok HAM itu pun mengutarakan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu melindungi keluarga Jong-nam. Pihak tersebut antara lain adalah pemerintah Belanda, China, Amerika Serikat, dan empat pemerintahan lain yang tidak disebutkan.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Diraja Malaysia, Khalid Abu Bakar, mengatakan ia belum mendengar tentang kelompok tersebut. "Saya belum mau berkomentar soal itu," ungkapnya.