Terorisme dan Radikalisme, Musuh Bersama Indonesia-Singapura
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA.co.id – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto, menegaskan Indonesia dan Singapura sepakat untuk menjalin kerja sama di bidang Politik, Hukum dan Keamanan. Hal ini disampaikan Menko Wiranto setelah menerima kunjungan Wakil Perdana Menteri Singapura, Teo Chee Hean, di kantor Kemenko Polhukam, Senin 6 Maret 2017.
"Kita membincangkan kepentingan dua negara yang saat ini hubungannya sungguh sangat baik. Saya sampaikan kedua negara fokus untuk mendapatkan keuntungan bersama dari hubungan dua belah pihak, terutama dari wilayah saya, yaitu masalah politik, hukum dan keamanan," jelas Wiranto usai bertemu Chee Hean.
Dalam pertemuan tersebut, kedua negara juga membahas mengenai hubungan Indonesia dan Singapura saat ini. Saat ini, imbuh Wiranto, permasalahan yang sangat menonjol untuk segera diatasi yaitu mengenai terorisme dan radikalisme. Menurutnya, baik Indonesia dan Singapura, memiliki musuh dan kondisi yang sama.
"Hubungan ini harus diwarnai dengan bagaimana kita bersama-sama memerangi terorisme yang berkembang di antara kedua negara, termasuk radikalisme," ujarnya.
Selain terorisme, pertemuan tersebut juga membahas mengenai masalah kejahatan siber. Menko Polhukam mengatakan, saat ini Indonesia baru saja mendirikan Badan Siber Nasional yang secepatnya akan dioperasikan. Sebelum Indonesia, Singapura sudah lebih dahulu memiliki badan siber, sehingga perlu ada kerja sama untuk berbagi pengalaman.
"Kita sudah ke sana (Singapura) dan hubungan terus menerus dilakukan. Kita bukannya belum punya badan siber tapi masih sektoral badan sibernya, ada di BIN, di Kepolisian, di Kementerian Pertahanan," ujarnya.
"Namun, payungnya yang harus ada secara nasional. Yang mengkoordinasikan kegiatan siber secara menyeluruh itu ada di Badan Siber Nasional dan Lembaga Sandi Negara sebagai embrionya," katanya melanjutkan.
Wiranto juga menyinggung mengenai peran Indonesia-Singapura untuk membantu penyelesaian Laut Cina Selatan. Menurutnya, Indonesia dan Singapura merasa perlu menyatukan frekuensi karena memiliki tujuan yang sama, yaitu mendorong penyelesaian masalah Laut Cina Selatan secara damai.
"Kita tidak ingin masalah ini menimbulkan konflik, tidak saling mengklaim tetapi menghormati masalah hukum nasional dan menahan diri melaksanakan satu aktivitas yang menimbulkan konflik," paparnya. (one)