Alumni USAID: Mahasiswa Asal RI Khawatir Efek Perintah Trump

Sekjen Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika-Indonesia, Yossa AP Nainggolan.
Sumber :
  • Viva.co.id/Afra Augesti

VIVA.co.id – Sekretaris Jenderal Asosiasi Alumni Program Beasiswa Amerika-Indonesia, Yossa AP Nainggolan, mengemukakan, kebijakan "Perintah Eksekutif" yang ditetapkan oleh Presiden AS Donald Trump tidak mencerminkan sisi kemanusiaan. Penyimpangan itu dapat dilihat dari sisi kesetaraan dan hak asasi manusia.

Menurut Yossa, prinsip-prinsip tersebut telah dilanggar melalui kebijakan sementara Trump itu. Sebagai salah satu alumni mahasiswa peraih beasiswa USAID, Yossa dan anggota ALPHA-I lainnya merasa perlu mengambil sikap atas kebijakan Trump ini. Ia mengatakan untuk saat ini WNI dan para pelajar yang berada di Amerika masih aman.

"Sejauh ini, WNI di sana masih aman, mahasiswanya juga karena saya beberapa kali melakukan komunikasi dengan mereka. Namun, kekhawatiran terhadap 'label' Islam masih kuat bagi mereka," katanya saat diwawancara VIVA.co.id, Jumat 10 Februari 2017, di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat.

"Karena Indonesia bukan target dari 'Perintah Eksekutif' Trump, teman-teman mahasiswa di sana merasa biasa saja. Tapi kekhawatiran berada di tempat umum saat diperiksa oleh petugas keamanan tetap muncul di benak mereka," tuturnya.

ALPHA-I merupakan organisasi yang memiliki kaitan erat dengan program beasiswa USAID, sebuah program beasiswa yang diberikan oleh pemerintah AS yang memberikan kesempatan untuk meraih gelar pascasarjana di AS maupun Indonesia. Meski kebijakan Trump ditetapkan untuk sementara waktu, Yossa berharap program beasiswa USAID tetap berjalan normal.

"Kami ini (anggota ALPHA-I) merupakan orang-orang yang mendapatkan dukungan penuh dari USAID untuk bersekolah di Amerika, melanjutkan kuliah S2. Jadi harapan kami, ya, semoga saja kebijakan Trump itu tidak berpengaruh apa-apa terhadap pemberian beasiswa USAID dan tetap melakukan pertukaran pelajar," ucapnya.

Di samping itu, menurut Yossa, belum ada laporan terkait mahasiswa Indonesia yang mengalami tindak diskriminatif di Amerika. Menurut pengalamannya selama dua tahun lebih tinggal di Corvallis, masyarakat AS sangat menghormati dan ramah terhadap pendatang. Sebagai warga liberal, mereka tidak memandang keyakinan dan suku dari seseorang.

"Kebijakan Trump itu sifatnya sementara dan masih baru. Jadi kami masih terus memantau perkembangannya. Meski kenyataannya, kekhawatiran di masa mendatang tetap ada di kalangan para pelajar di sana," ujar alumni Jurusan Kebijakan Politik Oregon State University ini. (art)