Kebijakan Trump Makin Protektif, Indonesia Harus Bersiap
- REUTERS/Carlo Allegri
VIVA.co.id – Kebijakan luar negeri Amerika Serikat pada pemerintahan sebelumnya dianggap tidak menguntungkan. Salah satunya adalah pembuatan berbagai produk Amerika di pabrik luar, yang justru menghilangkan kesempatan kerja bagi warga Amerika.
Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Mari Elka Pangestu mengatakan bahwa di bawah kebijakan Presiden Donald Trump, setiap keputusan perdagangan, pajak dan imigrasi, akan dibuat untuk menguntungkan Amerika. Sistem proteksi ini dinilai akan semakin memperkuat stabilitas dalam negeri AS.
"Dengan sistem ini, Amerika akan kembali dengan rumus Buy American and Hire American atau dalam artinya Gunakan Produk Amerika dan Mempekerjakan Tenaga Amerika," kata Mari dalam diskusi di Gedung Centre for Strategic and International Studies Jakarta, Jumat, 27 Januari 2017.
Proses penerapan kebijakan ini pun telah terlihat, sepekan setelah Trump resmi dilantik pada tanggal 20 Januari lalu. Mari mengatakan langkah nyata tersebut antara lain keluar dari Kemitraan Trans-Pasifik, renegosiasi NAFTA, rencana membangun tembok Meksiko dan menegur perusahaan Amerika agar tidak merelokasi produksi di luar AS.
"Walaupun sebenarnya target kebijakan Amerika ini ditujukan ke Tiongkok dan Meksiko, pemerintah dan perusahaan Indonesia perlu mewaspadai peningkatan hambatan perdagangan dan bisnis yang diperkirakan dapat terjadi. Kita harus waspada Amerika yang lebih galak," ujar Mari.
Menurut Mari, sikap Amerika ini akan membuat negara menjadi bilateral, yang berarti tidak akan banyak kemajuan dalam negosiasi multilateral di World Trade Organization (WTO).
Selain itu, Presiden AS punya kekuatan eksekutif yang tinggi terhadap kebijakan perdagangan dan dapat memutuskan sepihak kenaikan bea masuk sampai dengan 15 persen terhadap negara yang memiliki neraca pembayaran "besar" karena alasan kepentingan nasional. Hal ini membuat Indonesia harus bersiap.
"Iklim perdagangan dunia yang tergambar dengan tindakan unilateral dan bilateral ini tidak menguntungkan negara yang sedang berkembang untuk menghadapi negara besar seperti AS. Makanya kita perlu menguatkan ASEAN untuk mengimbanginya," ujarnya.