Indonesia Mau Redam Konflik Tanpa Kegaduhan

Pidato dan Pernyataan Pers Tahunan Menlu Retno Marsudi di Jakarta, Selasa, 10 Januari 2017.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Tak bisa dipungkiri, sepanjang 2016, Indonesia memiliki peran penting dalam upaya mewujudkan perdamaian. Baik bilateral maupun regional. Diplomasi maraton Indonesia bekerja intensif untuk membantu penyelesaian konflik, yang memang menjadi isu pada tahun lalu.

Menteri Luar Negeri RI, Retno LP Marsudi, mengatakan, Indonesia tetap fokus pada perkembangan kemanusiaan dan keamanan. Ia pun menyoroti perkembangan konflik di Rakhine, Myanmar dan Laut China Selatan.

Terkait Rakhine, Retno menekankan pentingnya pembangunan secara inklusif, penghormatan hak asasi manusia, dan perlindungan terhadap semua komunitas. Ia juga menawarkan bantuan untuk menyelesaikan isu ini dan menawarkan kerja sama yang sifatnya tidak hanya sementara, tetapi jangka panjang.

"Berbagai komunikasi dan pertemuan telah dilakukan Indonesia, antara lain dengan State Counsellor of Myanmar, Daw Aung San Suu Kyi, Ketua Rakhine Advisory Commission, Kofi Annan, pemerintah Bangladesh, serta berbagai stakeholders antara Jakarta, Yangon, dan Dhaka," ujar Retno di Jakarta, Selasa malam, 10 Januari 2017.

Menurutnya, sebagai bagian dari upaya shuttle diplomacy, pihaknya juga melakukan kunjungan langsung ke Kamp Pengungsi Kutupalong di Cox Baza, perbatasan Bangladesh dan Myanmar.

"Diplomacy for humanity has been continuously undertaken. Semua langkah diplomasi Indonesia dilakukan secara konstruktif, tanpa kegaduhan. Kita percaya bahwa actions speak louder than words," tegasnya.

Mengenai konflik Laut China Selatan, Retno mengungkapkan komitmen Indonesia dalam memperkuat persatuan dan kesatuan ASEAN. Indonesia, Retno melanjutkan, telah menginisiasi Joint Statement of the Foreign Ministers of ASEAN Member States on the Maintenance of Peace, Security and Stability in the Region, sebuah pertemuan tingkat Menlu se-ASEAN ke-49 pada 24-25 Juli 2016.

Kekhawatiran bahwa ASEAN tidak akan dapat mencapai konsensus dalam pertemuan tersebut, berhasil dipatahkan. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya Joint Communique. Berbagai pertemuan terkait ASEAN pun digelar Indonesia, termasuk menjadi tuan rumah Senior Official Meeting ASEAN pada Desember 2016 untuk menguatkan ASEAN dalam menghadapi tantangan baru kawasan dan dunia.

"Guna menjaga stabilitas dan keamanan di kawasan Laut China Selatan, penting bagi semua negara untuk menghormati hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982," tuturnya.

Pererat Afrika dan Pasifik

"Indonesia memiliki overlapping batas maritim hanya dengan Malaysia dan Vietnam. Batas landas kontinen sudah diselesaikan dengan kedua negara itu, sedangkan batas ZEE sedang dirundingkan. Indonesia tidak memiliki batas maritim dengan negara lain”.

Demi perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, Indonesia terus mendorong agar negosiasi Code of Conduct dapat segera dilakukan antara ASEAN dan China. Indonesia menghargai komitmen China untuk menyegerakan pembahasan mengenai CoC, sebagaimana disampaikan dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN di Vientiane, September 2016.
 
"Atas usul Indonesia dalam konferensi tersebut, Hotline of Communicatiobs telah disepakati untuk merespon maritime emergencies dalam pelaksanaan Declaration of Conduct," kata Menlu.

Adapun mengenai Samudera Hindia, Retno meneagaskan Indonesia bertekad untuk menjadikannya sebagai pererat antara Afrika dan Pasifik.

"Sebagai negara maritim, sudah selayaknya Indonesia terus memajukan kerja sama maritim, antara lain melalui Indian Ocean Rim Association (IORA) atau Asosiasi Negara Pesisir Samudera Hindia," terangnya.

Sebagai Ketua IORA, Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan antara lain pertemuan tingkat Menlu IORA pada Oktober 2016, dua kali pertemuan tingkat pejabat tinggi IORA, tiga kali pertemuan Ad hoc
Committee Meeting on the IORA Concord dan 3rd Indian Ocean Dialogue di Padang, Sumatera Barat, April 2016.

Selain itu, Retno mengatakan, tahun ini Indonesia akan menjadi tuan rumah KTT IORA, yang akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, dan mengundang Kepala Pemerintahan dari negara-negara anggota IORA yang akan diselenggarakan dalam KTT pada 7 Maret 2017.

 

(ren)