Myanmar Merasa Nyaman Dekat dengan Indonesia
- ANTARA/Septianda Perdana
VIVA.co.id – Pertemuan antara pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi dengan para duta besar ASEAN pada 19 Desember 2016 menghasilkan sebuah rumusan matang. Yaitu, sepakat saling membantu untuk menuntaskan kasus Muslim Rohingya di Rakhine.
Duta Besar Indonesia untuk ASEAN, Rachmat Pramono, mengatakan, pertemuan itu merupakan tanda dan bukti bahwa Myanmar sudah mampu membuka diri terhadap masalah krisis kemanusiaan.
Indonesia yang menganut paham noninterference, kata Rahmat, siap membantu kapan pun, dengan catatan, bantuan tersebut diminta langsung oleh pemerintah Myanmar.
"Adanya pertemuan tanggal 19 Desember lalu di Myanmar membuktikan prinsip noninterference yang kita anut bukanlah harga mati," kata Rachmat di Jakarta, Selasa, 27 Desember 2016.
Menurut dia, Indonesia bersama negara ASEAN lainnya menggarisbawahi kesediaannya membantu pemerintah Myanmar apabila diminta langsung. Ia pun berharap Myanmar terus bisa membuka diri seperti saat ini.
"Dubes Myanmar (Aung Htoo) sempat berbincang dengan saya. Walaupun Indonesia menganut paham noninterference, dia ingin berterima kasih kepada Indonesia. Jadi saya melihat pendekatannya lebih ke bilateral," ucapnya.
"Selama ini kenyataannya memang begitu. Myanmar lebih nyaman dengan kita (Indonesia). Apalagi kemarin (ada isu) dengan Malaysia. Untungnya, kita dan negara-negara lain bisa bijak menghadapi".
Menurut Rahmat, perasaan nyaman tersebut lantaran Indonesia juga pernah mengalami masalah serupa, di mana masa transisi pernah terjadi seperti kekerasan di Poso dan Aceh, yang "menggoda" pihak-pihak luar mengambil kesempatan dalam kesempitan.
"Indonesia dinilai mampu memahami kondisi psikologi Myanmar. Kami berharap ASEAN bisa lebih mendekat juga. Intinya, Myanmar tidak menginginkan kelompok-kelompok lain ikut campur hanya ASEAN," ujar Rachmat.