Rusia: Pembunuhan Dubes Kami di Turki Termasuk Aksi Teror

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Y. Galuzin.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA.co.id – Pembunuhan atas Duta Besar Rusia untuk Turki, Andrey Karlov, pada Senin kemarin menghebohkan mata dunia. Karlov, yang saat itu sedang menyampaikan pidato pembukaan pameran foto di suatu galeri seni Kota Ankara, tewas ditembak oleh seorang polisi antihuru-hara Turki.

Pada saat kejadian, Karlov memang tidak didampingi oleh petugas keamanan dan pengawasan di lokasi kejadian tidak begitu ketat. Itu karena Ibu Kota Ankara, sebelum insiden ini, adalah tempat yang aman untuk para diplomat dan duta besar negara-negara sahabat di Turki.

Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhael Galuzin, menyampaikan rasa penyesalannya atas peristiwa tragis yang menimpa koleganya itu. Dalam pertemuan bersama media, ia menyampaikan agar Indonesia dan Rusia dapat meningkatkan kerjasamanya di bidang keamanan dan pertahanan dalam negeri.

"Kita lihat aksi teror di Ankara yang membunuh Dubes Rusia. Kita tahu dari para saksi mata yang melihat langsung kecelakaan di Pasar Natal Berlin yang menewaskan 12 warga sipilnya," kata Galuzin saat melakukan pertemuan media di kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan.

"Untuk itulah,  saya ingin menyampaikan harapan saya agar Indonesia dan Rusia dapat menjalin kerjasama yang baik dalam melawan teroris dan segala bentuk tindak kejahatan yang mengganggu stabilitas keamanan Indonesia," imbuhnya, Rabu, 21 Desember 2016.

Galuzin juga ingin menyampaikan kepada Indonesia bahwa di Aleppo, Rusia masih dan akan terus melakukan penumpasan teroris berdasarkan permintaan langsung dari pemerintah resmi Suriah. Sejak pertama kali menjalankan operasi militernya di Aleppo, Rusia, kata Galuzin, hanya ingin membangun kembali perdamaian di Aleppo.

"Jadi, pertemuan ini tidak hanya membicarakan tentang isu teror di Indonesia, tapi juga di dunia. Sejak dulu, operasi pertama diluncurkan di timur Aleppo, Rusia sangat berhati-hati dalam menargetkan musuh," katanya.

"Yang perlu digarisbawahi adalah pemerintah resmi Suriah meminta Rusia untuk menghancurkan fasilitas-fasilitas milik teroris, bukan rumah sakit, bahkan sarana dan prasarana militer resmi Suriah. Kau pasti sudah sangat tau siapa yang melakukan itu (menghancurkan rumah sakit)," kata Galuzin menegaskan.

Menurutnya, pembunuhan yang dilakukan oleh Mevlut Mert Altintas (22), seorang polisi anti huru-hara Turki, memiliki kaitan dengan hal tersebut, sehingga ia sangat mengimbau kepada seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia, agar mau bekerjasama memberantas teroris.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menolak mengaitkan pembunuhan Andrey Karlov, dengan tokoh pembangkang Fethullah Gulen. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirby, menilai masih terlalu dini menyimpulkan siapa dalang di balik aksi teror tersebut.

Meski begitu, pihaknya meyakini adanya keterlibatan teroris dalam pembunuhan Karlov. "Saya tidak berpikir itu membantu siapa pun untuk berprasangka atas hasil penyelidikan ini," kata Kirby, seperti dikutip situs Anadolu Agency, Rabu 21 Desember 2016.

Menurutnya, semua pihak harus fokus sampai penyelidikan akhir sebagai bentuk penghormatan bagi diplomat yang tewas dalam bertugas serta keluarga yang ditinggalkannya. Para pejabat keamanan Turki menyebut penyelidikan sedang berlangsung, termasuk motif dari tersangka.

Sejumlah media mengaitkan Altintas, yang tewas ditembak pasukan khusus Turki, dengan pemimpin organisasi teror yang dilarang pemerintah dan kini tinggal di AS, Fetullah Gulen. Ia bersama Feto, organisasi bentukannya, dituding mendalangi upaya kudeta militer gagal pada Juli lalu.

Kirby langsung menolak setiap tuduhan bahwa AS mungkin telah terlibat dalam pembunuhan Karlov karena melindungi Gulen. Alasan ini diungkap karena Turki terus mendesak AS untuk mengekstradisi Gulen namun ditolak.

(ren)