Aleppo Suriah Kembali Tenang Berkat Gencatan Senjata

Salah satu bangunan yang hancur di Aleppo, 13 Desember 2016.
Sumber :
  • Reuters/Omar Sanadiki

VIVA.co.id – Perlawanan pemberontak di kota Aleppo akhirnya berakhir setelah mereka setuju untuk melakukan genjatan senjata pada hari Selasa, 13 Desember 2016. Setelah bertahun-tahun berjuang, berbulan-bulan mengalami pengepungan dan pemboman, Aleppo akhirnya dinyatakan bebas dari kaum militan.

Diberitakan oleh Reuters, 14 Desember 2016, kelompok pemberontak yang sudah menyiapkan penyerangan menggunakan senjata ringan yang rencananya dimulai Rabu pagi di wilayah oposisi di bagian barat kota gagal sudah. Gencatan senjata ini menghancurkan harapan mereka mengusir Assad setelah memberontak terhadap dirinya sejak pemberontakan Arab tahun 2011.

Namun, perang masih belum selesai. Pemberontak dikabarkan masih mempertahankan benteng utama di tempat lain di Suriah. Jihadis kelompok ISIS juga dilaporkan masih memegang sejumlah wilayah di bagian timur dan berencana merebut kembali kota kuno Palmyra pekan ini.

"Selama satu jam terakhir kami telah menerima informasi bahwa kegiatan militer di Aleppo timur telah berhenti, ia telah berhenti," kata Duta Besar PBB untuk Rusia, Vitaly Churkin, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB. "Pemerintah Suriah telah mengambil alih Aleppo timur."

Para pejabat pemberontak mengatakan pertempuran akan berakhir pada Selasa malam waktu setempat, sedangkan sumber dari aliansi militer pro-Assad mengatakan evakuasi pejuang akan dimulai sekitar subuh pada hari Rabu. Seorang wartawan Reuters di Aleppo mengatakan, sejak Selasa malam, suara ledakan di Aleppo sudah tidak terdengar lagi.

Para pejuang dan keluarganya, kata seorang narasumber pemerintah Turki, memiliki waktu sampai Rabu malam untuk mengungsi keluar dari Aleppo. Gencatan senjata dinegosiasikan oleh Turki dan Rusia, tanpa melibatkan Amerika Serikat.

Seorang komandan dari kelompok pemberontak Jabha Shamiya mengatakan Aleppo adalah kemenangan moral bagi para pemberontak. "Kami teguh, namun sayangnya tak ada seorangpun yang berdiri bersama kami", ujar komandan yang menolak untuk diidentifikasi ini kepada Reuters.

(ren)