Tiga Tahun Nasib Puluhan Muslim Myanmar Terkatung-katung
- REUTERS/Soe Zeya Tun
VIVA.co.id – Jaringan Persahabatan Antarkeyakinan (Interfaith Friendship Network) Myanmar melaporkan puluhan Muslim yang tinggal di Meikhtila, Myanmar, hidupnya menggelandang pascakerusuhan antaragama di wilayah tersebut tiga tahun lalu.
Melansir situs Anadolu Agency, Selasa, 4 Oktober 2016, Pengacara Muslim, Aung Thein, mengatakan, sedikitnya 70 keluarga Muslim menjadi tunawisma di daerahnya sendiri.
"Sejak otoritas Meikhtila menutup kamp pengungsi (akibat kerusuhan) di awal tahun ini, mereka hidupnya berpindah-pindah. Mulai di biara-biara hingga taman bermain di tengah kota," kata Aung Thein, yang juga juru bicara Jaringan Persahabatan Antarkeyakinan di Meikhtila.
Ia menambahkan, para pengungsi telah mencoba kembali ke rumah mereka selama bertahun-tahun. Akan tetapi, pemerintah daerah tidak mau menerima mereka menjadi bagian dari kelompok nasionalis lokal.
Selama bertahun-tahun, retorika anti-Muslim dari kelompok dan tokoh anggota Wirathu, telah memantik api kebencian antara Islam dengan Buddha.
Kelompok Wirathu menyalahkan pihak Muslim atas konflik komunal yang terjadi dan menuduh mereka mencoba untuk meng-Islam-kan negara berpenduduk 57 juta jiwa itu.
"Sekarang banyak di antara mereka (penduduk Muslim) mencoba untuk menjual seluruh harta seperti tanah dan properti untuk pindah ke tempat lain," ungkap Aung Thein.
Meikhtila merupakan wilayah yang dikuasai kelompok biksu nasionalis untuk perlindungan ras dan agama (lebih dikenal sebagai Ma Ba Tha).
Pada 20 Maret 2013, kerusuhan dipicu oleh perkelahian antara pembeli Buddha dan pemilik toko Muslim di sebuah toko emas, tiga tahun lalu.
Biksu pelindung 700 Muslim
Selama kerusuhan, 12 ribu orang kehilangan tempat tinggal, 152 rumah dan 13 bangunan keagamaan dibakar dengan dua kendaraan bermotor dan tiga sepeda motor dihancurkan.
Situasi dengan cepat menyebar dan selama tiga hari terjadi pertumpahan darah, pembakaran dan penjarahan, di mana menewaskan 43 orang yang sebagian besar Muslim.
Konflik Buddha-Muslim di Myanmar (Istimewa).
Sementara, Kepala Biara Yadanar Oo Meikhtila, Withuda, tidak sependapat dengan kekerasan yang dialami Muslim Myanmar.
Ia terang-terangan sangat bersimpati dengan penderitaan masyarakat Muslim Meikhtila.
"Mereka merasa tidak aman di sini. Sampai sekarang. Karena itu mereka ada yang pindah ke kota-kota lain, ada pula yang memutuskan memeluk agama Buddha," ujar Withuda.
Ia mengaku, tiga tahun lalu, mempertaruhkan nyawanya sendiri untuk menyelamatkan sekitar 700 Muslim yang bersembunyi di biara selama kerusuhan berlangsung.
Perusuh berkumpul di luar biaranya dan menyuruh kepala biara untuk mengeluarkan ratusan keluarga Islam tersebut.
"Saya mengatakan kepada mereka (para perusuh) bahwa jika Anda ingin membunuh mereka, Anda akan harus membunuh saya dahulu," katanya.
Tentu saja, lanjut Withuda, ia merasa takut dengan para perusuh yang jumlahnya ribuan. "Tapi, aku harus memberanikan diri untuk menyelamatkan nyawa saudara kita kaum Muslim," papar dia.