Nara, Diplomat Cantik RI Curi Perhatian di Sidang PBB
- Kemlu RI
VIVA.co.id – Nara Masista Rakhmatia, diplomat muda asal Indonesia yang menjadi pejabat di misi tetap Indonesia untuk PBB menjadi bintang di sidang PBB. Perempuan alumnus kampus negeri di Jakarta itu dengan tegas dan berani menjawab tudingan dari negara-negara Kepulauan Pasifik tentang Indonesia.
Kisah Nara bermula saat negara-negara di Kepulauan Pasifik mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat. Perwakilan negara Kepulauan Pasifik menggunakan kesempatan berpidato di Majelis PBB untuk mendesak dilakukannya penentuan nasib sendiri di wilayah tersebut.
Delegasi dari Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Kepulauan Marshall, Tuvalu dan Tonga semua menyatakan keprihatinan atas provinsi, yang terletak di bagian barat Pulau Papua Nugini dan merupakan rumah bagi sebagian besar populasi warga Melanesia.
Perdana Menteri Kepulauan Solomon, Manasye Sogavare mengatakan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di provinsi Papua Barat terkait dengan dorongan untuk memerdekakan diri. "Kekerasan HAM di Papua Barat dan upaya untuk menentukan diri sendiri di Papua Barat adalah dua sisi dari koin,” katanya.
Komentar ini mendapatkan respons yang kuat dari delegasi Indonesia, yang mengatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah di negara mereka sendiri.
"Banyak laporan tentang pelanggaran hak asasi manusia di Papua Barat menekankan kuat dan melekatnya antara hak untuk menentukan nasib sendiri yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran langsung terhadap hak asasi manusia oleh Indonesia dan upaya untuk meredakan segala bentuk oposisi," ujar mereka.
Ucapan mereka dibantah Nara. Perempuan muda yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris Kedua Bidang Ekonomi, Misi Tetap Indonesia untuk PBB, balik menuduh negara-negara Kepulauan Pasifik telah mengganggu kedaulatan nasional Indonesia. "Laporan bermotif politik mereka dirancang untuk mendukung kelompok-kelompok separatis di provinsi Papua Barat, yang telah secara konsisten terlibat dalam menghasut kekacauan publik dan dalam melakukan serangan teroris bersenjata," ujar Nara dalam bantahannya.
"Negara-negara ini menggunakan Majelis Umum PBB untuk memajukan agenda domestik mereka, dan bagi beberapa negara menggunakan forum ini untuk mengalihkan perhatian dari masalah politik dan sosial di dalam negeri mereka sendiri," katanya, seperti dikutip dari Australia Plus, Selasa, 27 September 206.
Pernyataan Nara pun menjadi perhatian sejumlah media asing. Mereka antara lain Australia Plus dan abc.net.au.
Papua Barat adalah kawasan yang merupakan bekas koloni Belanda. Papua Barat telah berada di bawah pemerintahan Indonesia sejak 1969 melalui sebuah referendum kontroversial yang diawasi oleh PBB. Pendukung kemerdekaan mengatakan pemungutan suara itu, yang juga dikenal sebagai Pepera tidak sah dan karenanya referendum kedua mengenai kemerdekaan wilayah itu perlu diadakan.
Ketegangan atas pemerintahan Indonesia di kawasan itu telah memicu konflik separatis panjang di wilayah yang kaya sumber daya, dan kekuasaan Indonesia atas provinsi ini juga telah menimbulkan berbagai tuduhan pelanggaran hak asasi manusia.
Sebuah laporan misi pencari fakta yang dirilis oleh Keuskupan Agung Katolik Brisbane pada Mei lalu menggambarkan situasi di sana sebagai "genosida yang bergerak lambat", dan menjelaskan rincian tuduhan terjadinya penyiksaan yang meluas dan juga pelecehan.
Indonesia telah berulang kali membantah klaim pelanggaran hak asasi manusia. Namun selalu ada pihak-pihak yang mencoba mengangkat isu pelanggaran hak asasi manusia ke isu internasional.