AS Investigasi Kasus Suap Proyek Listrik di Indonesia
- http://theafricanbusinessreview.com
VIVA.co.id – Departemen Kehakiman Amerika Serikat tengah menginvestigasi kasus suap tender proyek investasi pembangkit listrik di Indonesia, yang melibatkan perusahaan yang didanai suatu bank internasional. Pihak Depkeh AS saat ini menyelidiki Standard Chartered Plc., (Stanchart), karena keterlibatan perusahaan yang sahamnya dikuasai bank internasional yang berkantor pusat di London itu atas kasus suap tender pembangkit listrik.
Menurut kantor berita Reuters – seperti dikutip dari laporan Wall Street Journal, Rabu, 28 September 2016 – proses penyelidikan dititikberatkan pada dugaan pelanggaran peraturan antikorupsi AS, yaitu penyuapan oleh para pejabat Maxpower Group Pte. Ltd., untuk memenangkan kontrak proyek listrik.
Tak hanya itu, penyuapan juga bertujuan untuk memuluskan hubungan dengan para pejabat di sektor energi di Indonesia.
Ketika ditanya, Depkeh AS masih menolak memberikan komentar soal ini. AS melarang perusahaan mereka memberikan suap ke pejabat di negara mana pun dalam proyek kerjanya.
Bila terbukti melakukan suap, perusahaan itu akan dipidana sesuai UU Antikorupsi AS.
"Stanchart sangat serius atas ketidakpantasan tuduhan ini. Kami secara proaktif menyerahkan masalah ini kepada pihak yang berwenang dan telah melaksanakan review internal," kata juru bicara Stanchart, dalam sebuah pernyataan melalui surat elektronik (email), pada Selasa.
Sementara, pihak Depkeh AS menolak untuk berkomentar. Menurut laporan Wall Street Journal, Maxpower diduga telah melakukan suap untuk memenangkan kontrak dan disebut memiliki hubungan yang dekat dengan pejabat energi di Indonesia.
Audit internal Maxpower juga menemukan bukti penyuapan dan kejahatan lainnya. Dalam penyelidikan Depkeh AS, Maxpower ikut memfasilitasi penyuapan untuk memenangkan kontrak pembangkit listrik dan untuk melicinkan bisnisnya dengan pejabat energi di Indonesia.
Berdasarkan pemeriksaan audit internal di Maxpower tahun lalu menyebutkan bahwa sekitar US$750 ribu (Rp9,8 miliar) beredar secara tunai sejak 2014 dan awal 2015.
(ren)