Solusi untuk Sengketa Laut China Selatan Perlu Diperbarui

Scarborough Shoal, salah satu wilayah sengketa di Laut China Selatan.
Sumber :
  • REUTERS/Planet Labs/Handout via Reuters

VIVA.co.id – Klaim China atas wilayah Laut China Selatan hingga kini bertumpang tindih dengan beberapa negara tetangga seperti Filipina, Taiwan, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Malysia. Sebagian besar negara tersebut merupakan anggota Asosiasi Negara Asia Tenggara atau ASEAN.

Namun tidak semua negara di ASEAN memiliki kepentingan yang sama untuk mendukung anggota lainnya yang terlibat sengketa dengan China. Salah satu dorongan ASEAN terkait hal ini adalah implementasi Declaration of Conduct (DOC), serta mendorong finalisasi Code of Conduct (COC) bagi setiap pihak yang berkepentingan.

"ASEAN dan China telah mendiskusikan COC sekitar 21 tahun. Namun karena tidak semua negara di ASEAN memiliki pandangan yang sama, maka akan cukup sulit untuk meraih kesepakatan yang sama. Justru sengketa ini terus memanas pasca putusan Pengadilan Arbitrase Internasional yang memenangkan Filipina," kata Julian Ku, Akademisi Hukum Konstitusi Internasional di Jakarta, Rabu, 7 September 2016.

Menurutnya, COC memang memiliki fungsi dan tugas yang cukup besar untuk mengurangi ketegangan yang ada di Laut China Selatan. Namun, COC bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah.

"Beberapa negara sekitar LCS tidak memiliki nelayan bahkan kepentingan di wilayah tersebut, sehingga cukup sulit untuk menemukan solusi bersama. Walaupun nantinya COC ini bisa rampung diselesaikan, menurut saya sengketa akan terus bergulir," ujar Ku.

Selain melalui Code of Conduct, salah satu hal yang bisa dilakukan ASEAN adalah melalui Pernyataan Bersama (joint statement). Karena meski tidak terkait secara langsung, namun apa yang terjadi di Laut China Selatan ke depannya juga akan mempengaruhi wilayah di kawasan sekitarnya juga.

(ren)