Donald Trump Minta Maaf Jika Ucapannya Menyakitkan

Capres AS dari Partai Republik, Donald Trump saat kampanye di Connecticut, AS.
Sumber :
  • REUTERS/Michelle McLoughlin

VIVA.co.id – Untuk pertama kalinya sejak mendeklarasikan diri sebagai calon Presiden AS dari Partai Republik, Donald Trump mengakui bahwa komentar-komentarnya yang tajam selama ini mungkin saja telah menyakiti orang lain.

Seperti diberitakan oleh stasiun televisi Al Arabiya, Jumat, 19 Agustus 2016, Trump mengakui bahwa komentarnya,yang telah membuat marah kelompok minoritas dan mengasingkan sebagian besar calon pemilih, mungkin keliru.

"Kadang-kadang dalam puncak perdebatan dan saat berbicara macam-macam isu, Anda tidak bisa memilih kalimat yang tepat, atau Anda malah memilih kalimat yang buruk. Dan saya telah melakukan itu," ujar mantan bintang reality show itu.

Sambil memegang kertas pidato, Trump lalu melanjutkan kalimatnya. "Dan percaya atau tidak, saya menyesal, saya menyesalinya. Terutama jika kalimatitu ternyata membuat seseorang secara personal terluka," ujar Trump di tengah-tengah para pendukungnya di Kota Charlotte, negara bagian North Carolina.

"Terlalu banyak yang kita pertaruhkan jika membahas isu ini," katanya. Lalu ditengah teriakan dan tepukan tangan pendukungnya, Trump melanjutkan, "akan selalu mengatakan yang sebenarnya."

Pernyataan itu disampaikan Trump di tengah popularitasnya menurun. Menurut jajak pendapat terakhir yang dilakukan beberapa lembaga di AS, popularitas Trump di berbagai wilayah,  Hillary Clinton berhasil menggesernya.

Rabu pagi, 17 Agustus 2016, Trump mengumumkan bahwa ia merombak tim kampanyenya. Ia membawa seorang pemimpin eksekutif yang baru dan menunjuk manajer kampanye baru.

Sejak awal pencalonan, Trump telah melakukan langkah yang buruk melalui kalimat-kalimat yang secara sembarang ia sampaikan. Ia berseteru dengan kelompok Muslim, pengungsi Timur Tengah, warga Meksiko, mengusir bayi yang menangis, dan terakhir meremehkan seorang tentara AS yang gugur di Irak.

Sebelumnya ia terus melaju meski ucapannya terasa menyebalkan. Namun kasus terakhir mengundang perdebatan publik. Sikap orang tua tentara yang tewas di Irak mampu meraih simpati publik AS dan membuat popularitas Trump akhirnya tergeser.

 

(ren)