Pemilu 2017, Upaya Junta Thailand Bersihkan Citra Buruk

Pejabat komisi pemilihan memperlihatkan surat suara saat melakukan penghitungan suara di Bangkok, Thailand, 7 Agustus 2016.
Sumber :
  • REUTERS/Chaiwat Subprasom

VIVA.co.id – Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, memastikan pemerintahannya akan menggelar pemilihan umum pada Desember 2017.

Pernyataan ini sebagai usaha untuk meredakan kekhawatiran bahwa pemerintah junta militer bakal menunda rencana untuk "mengembalikan demokrasi" pascareferendum yang hasilnya mengesahkan konstitusi digelar pada tahun depan.

Sebelumnya, Departemen Luar Negeri AS juga mendesak pemerintahan junta untuk mengambil langkah-langkah pemulihan politik dan membentuk pemerintahan sipil yang terpilih secara demokratis.

"Silakan memiliki keyakinan dalam peta jalan (roadmap). Saya tegaskan sebuah pemilu demokratis akan berlangsung pada tahun 2017. Dan, saya tidak pernah meragukan itu," kata Prayuth, seperti dikutip situs Reuters, Selasa, 9 Agustus 2016.

Kendati demikian, pascareferendum, tidak ada tanda-tanda akan terjadi kerusuhan.

Sementara, anggota oposisi antijunta mengaku gelaran pemilu sampai tahun depan adalah strategi junta untu mengulur waktu, yang tujuannya mempertahankan kekuasaan.

Referendum yang dilaksanakan pada Minggu lalu itu dipandang sebagai ujian terbesar bagi pemerintahan Prayuth. Diketahui, junta militer mengambil alih kekuasaan pada Mei 2014 melalui kudeta.

Mereka mengklaim kalau pengambilalihan kekuasaan dari PM Yingluck Sinawatra ini ditujukan untuk mengakhiri tahun kekacauan politik di negeri Gajah Putih.

Ini merupakan kudeta kedua setelah pada 2006 junta militer melakukan hal serupa terhadap PM Thaksin Sinawatra.

 

(ren)