Cerita Kemlu soal Penahanan 11 ABK WNI di Taiwan

Ilustrasi kapal beraktivitas di Laut Taiwan.
Sumber :
  • Focus Taiwan

VIVA.co.id – Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, menyampaikan informasi soal perkembangan kasus kapal Yun Hai milik PT Pelayaran Surya Timur Line di Pulau Penghu, Taiwan.

Ia menceritakan, pada 25 Februari 2016, Kamar Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) di Taipei, Ibukota Taiwan, menerima informasi dari Johan Winarto Salim, Direktur PT Pelayaran Surya Timur Line, yang menyampaikan kandasnya kapal Yun Hai di Pulau Penghu, Taiwan, pada 24 Februari 2016.

Kapal tersebut membawa 11 anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia (ABK WNI) yang berlayar dari Ningde, Fujian, China, menuju Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur.

"Tanggal 24 Februari 2016 dalam perjalanan menuju Indonesia, terjadi gelombang besar disertai angin kencang sehingga kapal menurunkan jangkar. Di saat bersamaan, terjadi kerusakan teknis terhadap mesin kapal yang mengakibatkan kapal terbawa arus hingga kandas di perairan sekitar Pulau Penghu," kata Iqbal kepada VIVA.co.id, Jumat, 15 Juli 2016.

Hasil penelusuran dan assessment perusahaan setempat menunjukkan bahwa kapal Yun Hai tidak dapat meneruskan perjalanan ke Indonesia, mengingat kondisi kebocoran kapal yang terlalu banyak dan besar.

Agar mendapatkan alternative assessment, pemilik kapal mendatangkan teknisi/asesor dari Indonesia pada Mei 2016. Namun, tetap mendapatkan hasil yang sama bahwa kapal tidak laik laut dan sangat berbahaya untuk meneruskan perjalanan ke Indonesia, sehingga disarankan agar kapal dapat dihancurkan (scrapping).

Ia juga menjelaskan, terkait penanganan seorang kapten dan 10 orang ABK kapal Yun Hai, sesaat setelah kejadian, keseluruhan awak kapal kemudian ditempatkan di Penghu Labor Recreation Center, dan dalam keadaan baik.

Pencekalan

Iqbal menegaskan bahwa KDEI Taipei juga telah menghubungi Kapten Kapal bernama Yasuddin guna memastikan kondisi dan memperoleh informasi langsung. Pemilik kapal berencana untuk memulangkan empat ABK yang perannya sangat minor dalam proses scrapping kapal melalui kota Kaohsiung.

Namun, pada akhirnya dilarang untuk keluar akibat cekal yang dikeluarkan oleh Menteri Komunikasi dan Transportasi Taiwan. Alasannya, sebagai jaminan bahwa pemilik kapal akan membayar scrapping yang sedang dilakukan, dan bertanggung jawab serta membayar ganti rugi.

"Akibat pencekalan tersebut, keempat ABK kembali ke Pulau Penghu untuk berkumpul dengan kapten dan awak kapal lainnya," ungkap Iqbal.

Iqbal juga menyampaikan, KDEI Taipei telah berupaya melakukan pendekatan kepada otoritas terkait Taiwan untuk mengizinkan awak kapal kembali ke Indonesia.

Namun, Otoritas Taiwan menyatakan bahwa pemilik kapal perlu membuat kontrak yang menyatakan akan membayar seluruh biaya scrapping dan bertanggung jawab membayar apabila terjadi pencemaran lingkungan laut.

Mereka pun, lanjut Iqbal, bersedia memberikan sejumlah dana sebagai jaminan. Apabila kontrak telah dibuat maka pemulangan awak kapal dapat dipertimbangkan oleh Otoritas Taiwan.

Kondisi baik

Perusahaan bersedia untuk membuat kontrak asalkan terdapat kepastian bahwa Otoritas Taiwan akan mengizinkan pemulangan 11 WNI setelah kontrak dibuat. Tetapi, Otoritas Taiwan tidak dapat memberi jaminan tersebut, dan hanya berjanji untuk mempertimbangkan opsi dimaksud.

"Tindakan lain yang tengah diupayakan KDEI Taipei adalah mengirimkan surat kepada Kementerian Luar Negeri Taiwan agar 10 ABK dapat dipulangkan ke Indonesia. Sementara, kapten kapal tetap berada di Penghu sebagai jaminan. Saat ini, KDEI Taipei tengah menunggu tanggapan dari Kemlu Taiwan," jelas Iqbal.

Komunikasi terakhir KDEI Taipei dengan Kapten Kapal Yasuddin adalah saat Hari Raya Idul Fitri lalu, di mana ia menyatakan seluruh awak kapal berada dalam kondisi baik. KDEI Taipei menyatakan akan terus menyampaikan perkembangan penanganan kasus kapal Yun Hai.