Belanda Maklumi Inggris Minta Keluar dari Uni Eropa

Bendera Inggris dan Uni Eropa.
Sumber :
  • uk.reuters.com

VIVA.co.id – Keputusan Inggris untuk meninggalkan Uni Eropa yang sudah sulit diubah terpicu dari ketidakpuasan terhadap blok negara-negara maju itu. Uni Eropa  didesak untuk segera menangani ketidakpuasan yang muncul dari negara-negara anggotanya.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, meminta Uni Eropa untuk memahami anggotanya. "Ketidakpuasan yang Anda lihat di Inggris juga hadir di negara-negara lain, termasuk saya sendiri," katanya kepada wartawan saat ia meninggalkan The Hague untuk pertemuan puncak para pemimpin Eropa di Brussels. "Ini harus menjadi stimulus untuk melakukan lebih banyak lagi reformasi dan memberi kesejahteraan yang lebih," ujarnya menambahkan.

Nigel Farage, pemimpin Partai Independen Inggris yang juga giat mengkampanyekan agar Inggris keluar dari Uni Eropa mengatakan, keputusan Inggris akan berdampak besar pada Uni Eropa. "Uni Eropa sudah jatuh, Uni Eropa sedang sekarat," ujar Farage kepada wartawan, seperti dikutip dari Reuters, Jumat 24 Juni 2016.

Perdana Menteri Chechnya Bohuslav Sobotka,  meminta Uni Eropa untuk secepatnya berubah, bukan semata-mata karena keputusan Inggris untuk keluar dari blok tersebut, namun juga untuk menguatkan anggotanya. "Uni Eropa harus berubah secepatnya. Bukan karena Inggris keluar dari Uni Eropa, namun proyek Uni Eropa membutuhkan dukungan yang kuat dari warganya. Eropa harus siap bertindak, lebih lentur, mengurangi birokasi, dan lebih sensitif pada perbedaan dari 27 anggotanya," ujar Sobotka, melalui lawan Twitternya.

Sebelumnya Perdana Menteri Polandia juga menyampaikan hal yang  sama. Polandia, yang mengaku akan terdampak pada keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa, meminta Uni Eropa segera melakukan reformasi. Sementara Perdana Menteri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan, Uni Eropa harus melakukan satu tindakan untuk mendukung rasa percaya diri anggotanya. "Dan itu adalah hal yang mendesak," ujarnya.

Menteri Luar Negeri Italia Paolo Gentiloni juga mengakui, keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa adalah sebuah panggilan peringatan. "Pada tingkat politik, ini adalah saat dimana kita tak bisa hanya berdiam diri. Keputusan rakyat Inggris adalah sebuah panggilan peringatan bagi Uni Eropa," ujarnya seperti dikutip dari Reuters.

Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa diputuskan melalui referendum yang digelar pada Kamis, 23 Juni 2016. Meski dua hari menjelang referendum dukungan untuk bertahan di Uni Eropa menguat, namun hasil referendum memberikan hasil yang berbeda. Hingga Jumat siang WIB, 24 Juni 2016, 52 persen rakyat Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa.

(ren)