Politisi Sayap Kanan Belanda dan Prancis Juga Ingin Refendum
- Reuters/Neil Hall
VIVA.co.id – Keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, melalui referendum yang digelar pada Kamis 23 Juni 2016, mulai menjalar. Beberapa negara Eropa, melalui desakan politisi sayap kanan, juga mulai menggaungkan keinginan keluar dari Uni Eropa.
Pemimpin Front Nasional Prancis, Marine Le Pen, melalui Twitternya menulis "Victory for Freedom," dan mengatakan, saat ini, Prancis juga sudah waktunya mengambil hak untuk memutuskan.
"Kemenangan untuk kebebasan. Seperti yang telah saya sampaikan selama bertahun-tahun, saat ini kita harus mendapatkan kesempatan referendum yang sama untuk Prancis, dan negara Eropa lainnya," tulis Le Pen, seperti dikutip dari BBC, Jumat 24 Juni 2016.
Menurut Le Pen, Prancis punya alasan jauh lebih banyak dibanding Inggris, untuk meninggalkan Uni Eropa.
Tak hanya Le Pen, politisi anti-imigrasi Belanda, Geert Wilders mengatakan, sekarang Netherlands juga memiliki kesempatan untuk memutuskan "Nexit." Menurutnya, Belanda harus memiliki kesempatan untuk bertanggungjawab penuh pada negaranya, untuk memutuskan keuangan, perbatasan, dan kebijakan imigrasi.
"Secepat mungkin, Belanda harus mendapatkan kesempatan untuk menyampaikan pendapat mereka soal keanggotaan di Uni Eropa," ujarnya.
Belanda akan melakukan pemilu pada Maret 2017. Saat ini, nama Wilders memimpin sebagai calon perdana menteri. "Jika saya menjadi perdana menteri, saya akan memberi kesempatan referendum pada Belanda untuk meninggalkan Uni Eropa. Biarkan rakyat Belanda memutuskan," ujarnya.
Melalui referendum bersejarah, Inggris selangkah lagi akan keluar dari Uni Eropa. Hasil referendum yang diumumkan pada Jumat 24 Juni 2016, dan masih terus bergerak, pemilih Brexit sudah mencapai 52 persen, sedangkan pemilih Remain berjumlah 48 persen.
Sejumlah analis mengatakan, hasil referendum Inggris akan membawa efek domino yang menakutkan da bisa mengancam Uni Eropa. Menurut Menteri Luar Negeri Austria, Sebastian Kurz, Uni Eropa akan tetap bertahan jika Inggris keluar. "Namun, efek domino dari negara lain sulit ditahan," katanya. (asp)