'Mesir Love Story' Ternyata Bersumber dari Fitnah

Ilustrasi cinta beda agama.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id –  Kasus cinta beda agama yang terjadi di Mesir ternyata bersumber dari fitnah. Muslimah yang disebut menjalin hubungan cinta dengan pria Kristen membantah berita tersebut.

Rabu pekan lalu, desa Karma di provinsi Minya, sebelah selatan Kairo bergolak. Kelompok Muslim bersenjata menjarah dan membakar tujuh rumah milik kelompok Kristen di desa tersebut. Mereka juga menelanjangi dan mengarak seorang perempuan tua di muka umum. Pihak berwenang Mesir mengatakan telah menangkap 11 pria yang diduga terlibat dalam serangan tersebut.

Aksi penjarahan dan pembakaran terjadi setelah beredar isu bahwa anak laki-laki dari ibu yang diarak tersebut berpacaran dengan seorang muslimah di desa yang sama. Namun isu itu ternyata hanya fitnah.

Televisi Al Arabiya pada Minggu, 26 Mei 2016 memberitakan, Najwa, Muslimah yang dituding memiliki hubungan gelap dengan pria Kristen membantah tuduhan tersebut. Kepada saluran televisi berbahasa Arab tersebut Najwa mengatakan itu semua adalah fitnah. Menurutnya, cerita itu bermula saat ia meminta bercerai dari suaminya.

Keluarga suaminya yang tak terima dengan permintaan Najwa lalu menyebar isu bahwa Najwa, yang telah berusia 40 tahun dengan tiga anak tersebut, berpacaran dengan seorang pria Kristen. Kemarahan warga meledak mendengar isu tersebut. Di sebagian besar wilayah Mesir, perselingkuhan adalah isu yang sangat sensitif. Apalagi bila dibumbui dengan kisah cinta beda agama. Kisah-kisah seperti ini bisa memicu terjadinya kerusuhan.

Menurut ulama setempat, keluarga Kristen itu sudah memberitahu polisi soal ancaman yang mereka terima. Namun tak ada respons. Polisi baru datang setelah kejadian. "Kita tidak tinggal di hutan atau dengan masyarakat primitif," ujar ulama tersebut saat diwawancara saluran televisi lokal.

Warga Kristen di Mesir, yang jumlahnya sekitar 10 persen dari 90 juta warga Mesir, telah lama mengeluhkan diskriminasi yang mereka terima dari negara dengan jumlah mayoritas muslim tersebut. Presiden Mesir Al Sisi terus berusaha untuk memerangi aksi kekerasan dari kelompok militan. Ia juga mengubah aturan pemilu agar lebih banyak umat Kristen yang bisa bergabung dengan parlemen. Al Sisi juga membangun dan merenovasi sejumlah gereja. Namun aksi Al Sisi tak cukup membendung aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok konservatif di Mesir.