Siswa di China Panjat Tebing 800 Meter demi Pulang ke Rumah

Anak sekolah di China yang memanjat tebing 800 meter demi pulang ke rumah
Sumber :
  • Chinatopix

VIVA.co.id – Sejumlah foto menyebar di dunia maya memperlihatkan anak-anak memanjat tebing demi pergi dan pulang sekolah. Untuk pulang ke rumah, yang terletak di atas tebing curam, mereka mengandalkan tangga bambu setinggi 2.625 kaki atau sekitar 800 meter.

Foto-foto itu sudah pasti membuat Pemerintah China merasa malu. Namun rasa malu itu hanya ditutupi dengan respons cepat yang tidak kalah memalukan, yaitu mengganti tangga bambu itu dengan tangga baja.

Dalam foto itu terlihat sekitar 15 anak, berusia 6 sampai 15 tahu, harus memanjat sisi tebing yang telah dibekali tangga bambu untuk pulang ke rumah. Anak-anak itu bersekolah di sebuah boarding school yang ada di bawah tebing. Mereka diberi kesempatan untuk pulang dua minggu sekali. Namun hanya tangga bambu sepanjang 800 meter itu satu-satunya cara mereka untuk bisa menuju rumah.

Dilansir melalui Fox News, Sabtu, 28 Mei 2016, kesulitan itu harus dihadapi oleh para penduduk di Desa Atuleer, Provinsi Sichuan. Di sini jarak kemiskinan antara warga dengan warga China lain yang lebih makmur dan modern memang sangat terlihat. Warga Atuleer berlokasi di wilayah pedalaman barat yang terperosok dalam kemiskinan.

Di Atuleer, ada sekitar 72 kepala keluarga. Mereka adalah anggota kaum minoritas Yi dan bertahan hidup hanya dengan bercocok tanam. Umumnya mereka menanam kentang, kenari dan cabai.

Upaya pemerintah China yang mengganti tangga bambu dengan tangga baja sebagai solusi jangka panjang dianggap tidak akan efektif. Selain masalah keamanan, tangga tidak akan bisa membuat mereka memperbaiki ekonomi daerah.

"Isu besarnya adalah masalah transportasi. Jika ada transportasi maka kami akan bisa membuat rencana besar untuk membuka daerah, meningkatkan ekonomi dan kesempatan pariwisata," ujar Jikejingsong, Sekjen Partai Komunis di wilayah itu.

China mengklaim, sekitar 700 juta warganya telah keluar dari kemiskinan sejak 1980. Warga miskin di negara tersebut dikatakan hanya tersisa 10 persen dan masuk kategori kemiskinan ekstrim. Sebagian mereka berasal dari kelompok minoritas yang terpinggirkan, petani dan penggembala yang tinggal di barat daya pegunungan. Di sana, jembatan tali, kano dan tangga di tebing merupakan hal penting bagi mereka untuk bisa mengakses dunia luar.

(mus)