Menlu: Laut Sulu-Sulawesi Perairan Strategis dan Rawan
- Kementerian Luar Negeri
VIVA.co.id - Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi menyampaikan hasil pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri dan Panglima Angkatan Bersenjata Malaysia dan Filipina di Istana Kepresidenan Yogyakarta pada Kamis, 5 Mei 2016. Panglima TNI, Jenderal Gatot Nurmantyo turut hadir dalam kesempatan itu.
Pertemuan itu membahas isu keamanan kawasan perairan masing-masing negara yang saling berbatasan. Permasalahan itu menjadi topik utama, menyusul peningkatan kerawanan gangguan keamanan di perairan masing-masing, terutama karena aksi penyanderaan warga Indonesia dan warga Malaysia oleh kelompok militan Abu Sayyaf yang berbasis di Filipina.
Menteri Retno menyampaikan pentingnya kawasan Laut Sulu di Filipina dan Laut Sulawesi di Indonesia sebagai alur perairan ekonomi yang strategis belum banyak disadari. Lebih 55 juta metrik ton barang dan lebih 18 juta orang melintasi perairan itu per tahun.
“Ketiga negara juga memperhatikan meningkatnya penculikan warga sipil yang tidak bersalah oleh kelompok bersenjata,” katanya dalam konferensi pers bersama setelah pertemuan itu, seperti dikutip dari siaran pers Kementerian Luar Negeri yang diterima VIVA.co.id.
“Karenanya, pertemuan sepakat untuk segera mengambil langkah-langkah untuk memastikan keamanan warga negaranya dalam menjalankan aktivitas di kawasan tersebut,” kata menteri.
Diskusi mengenai tantangan keamanan perairan yang dihadapi ketiga negara menjadi perhatian utama dalam pertemuan. Pertemuan menyepakati bahwa ancaman perompakan di laut, penyanderaan, dan kejahatan lintas batas lainnya bila tidak segera diatasi dapat menurunkan tingkat kepercayaan perdagangan, perniagaan, dan kepercayaan terhadap kawasan secara umum.
“Kami belajar dari komunikasi dan kerja sama intensif ketiga negara dalam upaya pembebasan 10 ABK WNI (anak buah kapal warga negara Indonesia) tersandera. Kami sepakat untuk memperkuat kerja sama dan kolaborasi dalam penanganan tantangan keamanan serta pelaksanaan patroli terkoordinasi di perairan yang menjadi kepentingan bersama,” kata menteri menambahkan.
Pertemuan itu juga menyepakati untuk meningkatkan koordinasi pemberian bantuan cepat bagi warga dan kapal dalam keadaan bahaya, serta kerja sama pertukaran informasi dan intelijen. Ketiga negara berkomitmen membentuk hotline, atau saluran komunikasi untuk meningkatkan koordinasi dalam keadaan darurat dan ancaman keamanan. (asp)