Kisah Wartawan Menyusup ke Kelompok ISIS

Kelompok radikal ISIS.
Sumber :
  • www.rt.com

VIVA.co.id – Seorang wartawan yang menyusup ke kelompok ISIS saat mereka merencanakan serangan teror di Prancis mengatakan, ia menemukan sekelompok pemuda yang tersesat, frustrasi, ingin bunuh diri, dan dengan mudah dimanipulasi.

Pria yang menggunakan nama samaran Said Ramzi itu mengaku dengan mudah menghubungi kelompok yang menyebut dirinya "Tentara Allah" melalui Facebook.

Berkumpul dengan kelompok ekstremis selama enam bulan, yakni antara musim panas 2015 hingga Januari 2016, Ramzi merekam obrolannya dengan kamera tersembunyi, saat mereka merencanakan serangan terhadap sebuah klub malam.

Rekaman itu kemudian disiarkan oleh French Canal+, lewat sebuah film dokumenter yang berjudul Allah's Soldier, Senin, 2 Mei 2016.

Kelompok tersebut terdiri dari 10 anggota, yang dipimpin oleh seorang pria berusia 20 tahun bernama Ossama.

Ossama diketahui pernah ditolak untuk menjadi tentara Prancis, kemudian menjadi pemuja setan dan pemabuk, sebelum akhirnya menemukan kelompok radikal Islam online.

Mencoba bergabung dengan ISIS, Ossama dipenjara selama lima bulan di Prancis. Sesudah dibebaskan, dia membentuk sebuah kelompok radikal dan menjadi "emir" atau pemimpinnya.

Sementara Ossama menjalankan kewajibannya untuk melapor ke kantor polisi setempat satu kali dalam sehari, ia menggunakan aplikasi telegram untuk mengatur pertemuan dengan pendukung ISIS.

Sebuah video menunjukkan pria berkebangsaan Turki-Perancis itu tersenyum sambil berimajinasi, apabila suatu saat nanti tertembak mati dalam operasi polisi, ia akan mengatakan, "martir tidak membenci rasa sakit".

Dia juga mendesak Ramzi untuk bergabung dengannya menuju "jalan ke surga", dalam serangan bunuh diri.

"Wanita kami sedang menunggu di sana, dan para malaikat sebagai pelayan. Anda akan memiliki istana, kuda bersayap emas dan batu rubi," kata Ossama, dilansir dari Independent, Rabu, 3 Mei 2016.

"Tujuan saya adalah untuk memahami, apa yang terjadi di dalam kepala mereka. Salah satu pelajaran utama adalah bahwa saya tidak melihat urusan Islam apa pun dalam hal ini. Tidak ada keinginan untuk memperbaiki dunia. Yang ada hanya jiwa yang tersesat, frustrasi, ingin bunuh diri, dan jiwa yang dengan mudah dimanipulasi. Mereka mengalami nasib sial, karena lahir di era ISIS. Hal ini sangat menyedihkan. Mereka adalah anak-anak yang mencari sesuatu, dan itulah yang mereka temukan," ujar Ramzi. (ase)