Ratusan Anak di China Sakit, Diduga Terkontaminasi Zat Kimia

Ilustrasi bendera China
Sumber :
  • REUTERS

VIVA.co.id – Pemerintah daerah Changzhou di China membantah laporan yang menyebutkan 500 anak di wilayahnya terkontaminasi racun. Anak-anak ini bahkan menderita sejumlah penyakit serius termasuk pembuluh darah yang abnormal dan kanker.

Dikutip dari BBC, Selasa, 19 April 2016, kasus ratusan anak yang sakit tersebut terkuak melalui laporan yang disampaikan sebuah broadcaster lokal, CCTV. Menurut media ini, sumber masalah penyakit dari ratusan anak itu adalah udara, tanah, dan air yang mengandung racun yang tercemar dari tiga bekas lokasi pabrik bahan kimia di wilayah itu.

Namun pihak berwenang mengatakan, mereka telah melakukan tes atas laporan tersebut, dan hasilnya, semua masih memenuhi standar keamanan.

Sekolah internasional Changzou direlokasi pada September 2015. Lokasi baru ini berdekatan dengan tiga bekas pabrik pengolahan bahan kimia. Changlong, salah satu perusahaan yang beroperasi di wilayah tersebut, sebelumnya telah didenda karena melakukan pencemaran lingkungan.

Pemerintah Provinsi Jiangsu mengakui, anak-anak tersebut menderita sakit tak lama setelah sekolah mereka pindah ke wilayah tersebut. Namun, pemerintah menolak laporan CCTV yang mengatakan, penyebab penyakit mereka adalah pencemaran di wilayah tersebut.

Pemerintah setempat mengatakan, sejumlah penyakit yang dilaporkan setelah kepindahan mereka adalah alergi kulit, batuk, gangguan pernapasan, hidung berdarah, muntah-muntah, gangguan usus, dan pembengkakan kalenjar tiroid.

Pada Selasa, 19 April 2016, pemerintah Changzou mengatakan, hanya satu kanker getah bening ditemukan dan itu sudah didiagnosa sejak September 2015, sebelum sekolah tersebut pindah ke lokasi baru.

Sementara itu, laporan CCTV menyebutkan, dari total 2.451 siswa, 641 di antaranya telah melakukan cek medis, dan 493 di antaranya didiagnosa menderita bronkitis, dermatitis, lymphoma, dan leukimia.

Laporan yang disampaikan CCTV itu membuat masyarakat marah. Puluhan ribu netizen menuntut pemerintah daerah bertanggung jawab.