Tes Rudal Iran Dituding Menyimpang dari Resolusi PBB
- Reuters/Mahmood Hosseini/TIMA
VIVA.co.id - Negara Barat menuding Iran telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 2231 lantaran meluncurkan rudal balistiknya pada 9 Maret lalu.
Mengutip situs Reuters, Rabu, 30 Maret 2016, Duta Besar Spanyol untuk PBB, Roman Oyarzun Marchesi, mengatakan, tes balistik yang dilakukan Iran baru-baru ini mampu membawa senjata nuklir, dan jelas-jelas telah melanggar resolusi.
"Peluncuran rudal adalah sikap yang tidak konsisten. Iran seperti menentang Resolusi DK PBB nomor 2231 yang diadopsi bulan Juli tahun lalu. Untuk itu, Spanyol bersama AS, Inggris, Prancis dan Jerman telah mengirim surat protes resmi kepada Sekjen PBB, Ban Ki-moon," kata Marchesi.
Ia juga mendesak Ban agar menanggapi cepat surat tersebut dengan harapan menggelar pertemuan anggota DK PBB membahas sanksi baru untuk negeri Mullah tersebut. Spanyol bertugas mengkoordinasikan diskusi pada Resolusi DK PBB itu.
AS pun langsung menerapkan sanksi. Pekan lalu, Departemen Keuangan lewat The Fed memberikan kode daftar hitam terhadap dua perusahaan Iran yang mendukung program rudal balistik itu.
Selain itu, Negeri Paman Sam juga memberikan sanksi kepada dua pengusaha Inggris yang membantu menyediakan sebuah maskapai penerbangan yang digunakan oleh Garda Revolusi Iran.
Sementara Rusia dan China secara tegas menolak penerapan sanksi baru atas Iran. Kedua negara juga meneagskan bahwa peluncuran rudal tersebut tidak mengancam negara mana pun di dunia.
'Teguran politik'
Kendati demikian, sejumlah pejabat Barat kurang sependapat dengan desakan Spanyol.
Mereka melihat meskipun peluncuran rudal bertentangan dengan Resolusi 2231, namun sejatinya Iran tidak melanggar perjanjian inti nuklir dengan lima anggota DK PBB ditambah Jerman.
"Sanksi baru yang akan diterapkan lemah jika dikaitkan dengan peluncuran rudal Iran. Karena memang tidak melanggar (resolusi)," kata pejabat yang enggan disebutkan identitasnya.
Lemahnya sanksi ini, menurut mereka, mengacu pada Bab 7 Piagam PBB yang pada dasarnya tidak mengikat secara hukum. Namun, AS dan sekutu mengimplementasikannya sebagai larangan dan ada kewajiban politik untuk dipatuhi oleh Iran.
"DK PBB hanya bisa memberikan 'teguran politik' kepada Iran. Berdasarkan kesepakatan nuklir, pemberlakuan kembali sanksi hanya bisa dilakukan kalau Iran mengaktifkan kembali kegiatan nuklirnya," tuturnya.
'Teguran politik' ini, lanjut pejabat itu, bisa memberikan masukan bagi Uni Eropa sebagai batu loncatan hukum dalam mempertimbangkan sanksi baru terhadap Iran.
Sanksi internasional terhadap Teheran dicabut pada Januari 2016 di bawah kesepakatan nuklir. AS dan sekutu sangat khawatir dengan perkembangan teknologi rudal Iran yang dirancang menyerang Israel, sekutu abadi AS. (one)